EKSTENSIFIKASI BKC Hitung Mundur Pungutan Cukai Baru
28 August 2023
Tegar Arief
Senin, 28/08/2023
Bisnis, JAKARTA — Ekstensifikasi cukai tampaknya bakal dieksekusi oleh pemerintah pada tahun depan. Hal itu berpijak pada kondisi ekonomi yang diasumsikan telah sepenuhnya normal pascaserangan ganda yang bersumber dari pandemi Covid-19 dan inflasi.
Terlebih, penetapan barang kena cukai (BKC) baru kembali tertuang dalam Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024.
Secara khusus, pemerintah menyoroti soal cukai atas minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) selain cukai plastik yang juga telah dirumuskan sejak bertahun-tahun lalu.
Perihal cukai MBDK, setidaknya ada empat poin yang melandasi pemangku kebijakan untuk menerapkannya pada tahun depan. Di antaranya terkait dengan aspek kesehatan dan penerimaan negara. (Lihat infografik).
Apalagi, di level Asean Indonesia tergolong sebagai negara dalam kelompok extremely narrow coverage dalam pengenaan cukai, karena hanya memiliki tiga jenis BKC, yaitu hasil tembakau, minuman mengandung etil alkohol, dan etil alkohol.
“Atas kondisi tersebut, pemerintah saat ini mendorong kebijakan untuk menambah jenis barang yang akan dikenakan cukai berupa MBDK,” tulis Nota Keuangan yang dikutip Bisnis.
Bisnis mendapatkan informasi, sejatinya pemerintah telah memiliki rumusan yang mengerucut mengenai mekanisme dan tarif dari pengenaan cukai atas MBDK dan plastik. Misalnya untuk kantong belanja plastik, yang dikenai cukai adalah kantong kresek dengan ketebalan hingga 75 mikron.
Adapun, kemasan atau wadah plastik sekali pakai yang dikenai cukai antara lain kemasan sachet, botol, kantong, cup, dan barang lain sejenisnya.
Sementara itu, alat makan dan minum sekali pakai yang masuk kategori BKC adalah sendok, garpu, pisau, piring, sedotan, dan pengaduk.
Kemudian soal cukai MBDK, skema tarif yang tengah dimatangkan oleh pemerintah, yakni Rp500/liter, Rp600/liter, dan Rp650/liter.
Otoritas fiskal juga telah merumuskan batasan pengenaan BKC untuk MBDK yang mengacu pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. 22/2019 tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan.
Mengacu pada ketentuan itu, produk MBDK yang tidak dikenai cukai adalah minuman yang mengandung kadar gula maksimal 6 gram per 100 ml.
Pemerintah juga menetapkan tiga kategorisasi MBDK yang akan dikenakan cukai. Pertama, MBDK yang mengandung pemanis berupa gula dengan kadar lebih dari 6 gram per 100 ml.
Kedua, MBDK yang mengandung pemanis alami tanpa ada batasan minimal atau maksimal kadar. Ketiga, MBDK yang mengandung pemanis buatan tanpa ada batasan minimal atau maksimal kadar.
“Targetnya semoga pengenaan BKC baru bisa dilakukan tahun depan,” kata sumber Bisnis di internal Kementerian Keuangan, Minggu (27/8).
Ekstensifikasi atau perluasan objek cukai memang cukup mendesak untuk dilakukan dalam rangka mengimbangi penerimaan pajak.
Terlebih, potensi penerimaan dari penambahan BKC cukup besar, yakni mencapai Rp13,52 triliun per tahun.
Dari jumlah tersebut cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) disasar Rp6,25 triliun per tahun, sedangkan sisanya bersumber dari barang plastik.
Tentu besaran potensi penerimaan itu mengacu pada tarif dan fasilitas pembebasan atau pengecualian yang nantinya diberikan kepada pemerintah.
Dalam kaitan ini, Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani, tidak bersedia menjawab pertanyaan Bisnis soal skema penetapan BKC baru dalam APBN 2024.
Pengamat Perpajakan Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar, mengatakan pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit untuk memperluas pungutan cukai.
Dia pun pesimistis misi ekstensifikasi barang kena cukai akan berjalan lancar atau dieksekusi pada tahun depan, terlebih dengan adanya agenda politik Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. “Untuk itu, butuh extra effort seperti pemberantasan rokok ilegal untuk bisa mencapai target penerimaan cukai tahun depan.”
Editor : Tegar Arief