Kasus Suap Pajak Dealer Jaguar-Bentley, Pengusaha Darwin Divonis 3 Tahun Bui

13 April 2020

detikNews, Senin, 13 Apr 2020 17:48 WIB

Jakarta – Komisaris PT Wahana Auto Ekamarga (WAE) Darwin Maspolim divonis hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Darwin terbukti bersalah menyuap kepada pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) 3 DKI Jakarta agar menyetujui permohonan lebih bayar pajak atau restitusi.

“Menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan pertama. Pidana penjara selama 3 tahun dengan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan,” kata Plt Jubir KPK Ali Fikri sebagaimana mengutip amar putusan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/4/2020).

Darwin Maspolim terbukti memberikan uang USD 131.200 atau setara Rp 1,8 miliar kepada pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) 3 DKI Jakarta agar menyetujui permohonan lebih bayar pajak atau restitusi. Pejabat KPP PMA 3 DKI Jakarta ialah Yul Dirga selaku Kepala KPP PMA 3 DKI Jakarta serta Hadi Sutrisno, Jumari, dan M Naim Fahmi selaku pemeriksa pajak KPP PMA 3 Jakarta.

Perbuatan Darwin Maspolim dilakukan bersama-sama dengan Katherine Tan Foong Ching selaku chief financial office awareness automotive PTE Ltd. Darwin memberikan uang kepada Yul Dirga dkk terkait pemeriksaan pajak 2015 dan 2016. PT WAE merupakan perusahaan penanaman modal asing yang menjalankan bisnis dealer hingga servis berbagai merek mobil. Merek mobil yang dimaksud adalah Jaguar, Bentley, Land Rover, dan Mazda.

Ali mengatakan majelis hakim juga memerintahkan agar Darwin tetap berada dalam ditahan. Selain itu, majelis hakim menetapkan barang bukti disita oleh penuntut umum untuk digunakan pembuktian perkara lain.

“Menetapkan seluruh barang bukti dikembalikan kepada penuntut umum untuk dipergunakan dalam pembuktian perkara lain dan barang bukti yang diajukan terdakwa/tim PH tetap terlampir dalam berkas perkara,” ujar Ali.

Ali mengatakan majelis hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan, yakni terdakwa dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme. Sementara hal yang meringankan, terdakwa dinilai bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.

Akibat perbuatannya, Darwin dinyatakan hakim bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto
Pasal 55 juncto pasal 65 ayat 1 KUHPidana.