Penerimaan Pajak Kurang Rp941,5 Triliun, Potensi Shortfall Makin Besar

23 September 2025

Penerimaan pajak 2025 diprediksi shortfall Rp941,5 triliun. Hingga Agustus, realisasi baru 54,7% dari target Rp2.076,9 triliun. Upaya quick win Menkeu dinilai belum efektif.

Bisnis.com

Selasa, 23 September 2025

 

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah masih kekurangan Rp941,5 triliun agar outlook penerimaan pajak 2025 tercapai. Dengan sisa waktu empat bulan, para pakar menilai target penerimaan pajak tersebut sulit diwujudkan.

Hingga Agustus 2025, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.135,4 triliun atau 54,7% dari outlook tahun ini sebesar Rp2.076,9 triliun.

Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono memperkirakan penerimaan hingga akhir tahun hanya akan mencapai Rp1.703,1 triliun atau sekitar 82% dari outlook, jika tren Januari–Agustus berlanjut tanpa perubahan signifikan.

“Proyeksi Januari—Desember 2025 dalam rupiah: Rp1.135,40 triliun x 1/8 x 12 = Rp1.703,1 triliun. Proyeksi Januari—Desember 2025 dalam persen: Rp1.703,1 triliun / Rp2.076,90 triliun x 100% = 82%,” jelas Prianto, Senin (22/9/2025).

Dia menyoroti enam langkah program hasil cepat (quick win) Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang dinilai tidak serta merta bisa mendongkrak penerimaan dalam waktu singkat.

Pertama, penempatan dana pemerintah di bank BUMN diharapkan mendorong kredit, konsumsi, dan tenaga kerja sehingga memperluas basis PPN dalam negeri. Namun, Prianto mengingatkan adanya risiko investasi fiktif bila prinsip kehati-hatian perbankan longgar.

Kedua, penagihan terhadap 200 penunggak pajak besar dengan target Rp50–60 triliun bergantung pada ketersediaan aset yang bisa segera dilelang.

Ketiga, penegakan hukum lewat joint program berpotensi menambah penerimaan bila wajib pajak patuh, tetapi berisiko molor jika kasus masuk pengadilan.

Keempat, pertukaran data antarinstansi berdasarkan Pasal 35A UU KUP belum langsung berdampak karena data perlu klarifikasi melalui SP2DK.

Kelima, perbaikan Coretax masih menyisakan masalah downtime dan kompleksitas sistem. Stabilitas penuh baru ditargetkan akhir 2025 sehingga kontribusinya terbatas tahun ini.

Keenam, penindakan cukai rokok ilegal hanya efektif bila distributor besar bisa ditindak. Jika tidak, tambahan penerimaan minim.

Senada, Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menilai outlook penerimaan pajak Rp2.076,9 triliun sulit tercapai. Hingga Agustus, capaian baru 54,7% dari target, lebih rendah dibanding 63,25% pada periode yang sama tahun lalu.

“Sebagai gambaran, capaian ini pada periode yang sama merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir. Meskipun berat, tapi bukan tidak mungkin untuk dicapai,” ujar Wahyu.

Dia menekankan pentingnya menjaga stabilitas ekonomi, terutama daya beli masyarakat dan kinerja keuangan korporasi.

“Dengan terjaganya konsumsi akan menimbulkan dampak lanjutan pada penerimaan pajak. Upaya menyuntikkan dana Rp200 triliun ke perbankan bisa menjadi salah satunya,” jelasnya.

Selain itu, Wahyu menilai eksekusi putusan perkara pajak yang sudah inkrah bisa menjadi solusi jangka pendek.

6 Quick Win Purbaya
Sebelumnya, Menkeu Purbaya memaparkan enam program quick win untuk meningkatkan pendapatan negara:

  1. Penempatan Rp200 triliun di perbankan. Langkah ini diyakini bisa mendorong aktivitas ekonomi sehingga basis pajak meningkat.
  2. Penagihan terhadap 200 penunggak pajak besar. Nilainya ditaksir Rp50–60 triliun.
  3. Penguatan penegakan hukum bersama Kejaksaan Agung, Polri, KPK, dan PPATK.
  4. Pertukaran data antarinstansi untuk mempermudah penagihan.
  5. Optimalisasi Coretax, termasuk membawa pakar IT dari luar untuk mempercepat perbaikan.
  6. Patroli rokok ilegal, termasuk memanggil lokapasar digital seperti Tokopedia, Bukalapak, hingga Blibli agar tidak memfasilitasi penjualan rokok ilegal.

Selain itu, Purbaya menegaskan bakal menindak tegas jalur impor ilegal, termasuk jika melibatkan aparat Bea Cukai maupun pegawai Kemenkeu.

“Nanti yang terlibat kita akan sikat. Tapi saya harap dalam tiga bulan ke depan sudah hilang karena siklus impor kan kira-kira tiga bulan,” tutupnya.