4 Hal yang Perlu Diketahui soal Rencana Tarif PBB Naik

08 December 2021

Trio Hamdani – detikFinance
Rabu, 08 Des 2021

Jakarta – DPR RI menyetujui Rancangan Undang-undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD) menjadi undang-undang. Persetujuan diambil dalam rapat paripurna DPR RI ke-10 masa persidangan II tahun sidang 2021-2022 yang digelar hari ini.
Ada tarif pajak yang bakal naik sebagaimana diatur dalam RUU HKPD, berikut dirangkum detikcom:

1. PBB-P2 Naik Jadi 0,5%
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) bakal naik dengan ketetapan paling tinggi 0,5%.

“Tarif PBB-P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5%,” demikian bunyi Pasal 41 ayat 1 pada draf RUU HKBP yang diterima detikcom, dikutip Selasa (7/12/2021).

Objek PBB-P2 yang dimaksud adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

“Tarif PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berupa lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan lebih rendah daripada tarif untuk lahan lainnya,” bunyi Pasal 41 ayat 2.

2. Tarif Tertinggi Saat Ini 0,3%
Saat ini tarif PBB-P2 paling tinggi adalah 0,3%, sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

“Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3%,” bunyi Pasal 80 ayat 1 UU 28/2009.

Diketahui bahwa DPR RI resmi menyetujui RUU HKPD menjadi UU. Persetujuan diambil dalam rapat paripurna DPR RI ke-10 masa persidangan II tahun sidang 2021-2022 yang digelar hari ini, Selasa (7/12).

3. Bumi/Bangunan yang Dikecualikan dari Objek PBB-P2
– Kantor pemerintah, kantor pemerintahan daerah, dan kantor penyelenggara negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik daerah
– Bumi dan/atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang keagamaan, panti sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
– Bumi dan/atau bangunan yang semata-mata digunakan untuk tempat makam (kuburan), peninggalan purbakala, atau yang sejenis
– Hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak
– Bumi dan/atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
– Bumi dan/atau bangunan yang digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan peraturan menteri
– Bumi dan/atau bangunan untuk jalur kereta api, moda raya terpadu (Mass Rapid Transit), lintas raya terpadu (Light Rail Transit), atau yang sejenis
– Bumi dan/atau bangunan tempat tinggal lainnya berdasarkan NJOP tertentu yang ditetapkan oleh kepala daerah
– Bumi dan/atau bangunan yang dipungut pajak bumi dan bangunan oleh pemerintah

  1. Dasar Pengenaan PBB-P2
    Dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP yang ditetapkan berdasarkan proses penilaian PBB-P2. NJOP Tidak Kena Pajak ditetapkan paling sedikit sebesar Rp 10 juta untuk setiap wajib pajak.

    Jika wajib pajak memiliki atau menguasai lebih dari satu objek PBB-P2 di satu wilayah kabupaten/kota, NJOP Tidak Kena Pajak hanya diberikan atas salah satu objek PBB-P2 untuk setiap tahun pajak.

    NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20% dan paling tinggi 100% dari NJOP setelah dikurangi NJOP Tidak Kena Pajak.

    NJOP ditetapkan setiap 3 tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Besaran NJOP ditetapkan oleh Kepala Daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.