Apa Penyebab Penerimaan Pajak RI Masih Rendah?

04 December 2020

detikFinance, Jumat, 04 Des 2020 17:36 WIB

Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut rasio pajak di Indonesia masih rendah dan salah satu penyebabnya karena tingkat kepatuhan masyarakat membayar pajak yang juga masih rendah. Bahkan, ada masyarakat yang masih menganggap membayar pajak bukan suatu kewajiban bahkan bentuk penjajahan.

Hal itu tak sepenuhnya diamini para ekonom. Sebab, menurut Ekonom di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, bukan perspektif negatif itu saja yang membuat penerimaan pajak RI masih tetap rendah, akan tetapi karena banyaknya orang kaya yang seharusnya jadi objek wajib pajak malah lari dari tanggung jawabnya.

“Banyak orang kaya yang tidak memiliki NPWP sementara sekarang ada sosialisasi sampai ke kampus-kampus mahasiswa diharapkan punya NPWP nah ini kan akhirnya menimbulkan ketimpangan perpajakan sebenarnya nah di sini akar masalahnya,” ujar Bhima kepada detikcom, Jumat (4/12/2020).

Oleh karena itu, pemerintah, sambungnya tidak bisa kemudian menjadikan hal itu sebagai alasan. Sebab, pemerintah mungkin saja lebih banyak menarik pajak dari masyarakat berpendapatan rendah ketimbang wajib pajak yang penghasilannya tinggi.

“Tidak bisa kemudian menyalahkan misalkan sesederhana UMKM itu tidak mau membayar pajak karena dianggap bentuk penjajahan jadi jangan-jangan wajib pajak di Indonesia ini enggan membayar pajak karena pemerintah tidak tegas kepada wajib pajak yang kakap,” sambungnya.

Hal serupa disampaikan oleh Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet. Menurut Yusuf memang banyak orang kaya di Indonesia yang cenderung menghindari kewajibannya bayar pajak.

“Iya kalau saya lihat itu memang kombinasi ya kalau berbicara teks bagi orang kaya memang kita tidak bisa luput memang ada beberapa oknum orang kaya yang kemudian melakukan penghindaran pajak, menatakan asetnya ke negara-negara surga pajak dan itu juga sebenarnya sudah dilaporkan oleh beberapa golongan kelompok seperti Panama Paper kemudian Tax Justice Network, menyatakan bahwa potensi orang kaya yang menghindari pajak di Indonesia itu relatif besar,” ungkapnya.

Yusuf memaparkan dalam laporan Tax Justice Network, Indonesia diperkirakan telah merugi sebanyak US$ 4,86 miliar per tahun setara Rp 68,7 triliun (Rp 14.141/US$) akibat aksi penghindaran pajak tersebut. Dari total tersebut, sebanyak US$ 4,78 miliar di antaranya merupakan hasil dari pengindaran pajak korporasi di Indonesia. Sementara, sisanya US$ 78,83 juta berasal dari penghindaran pajak orang pribadi.

Selain itu, banyak profesi baru seperti Selebgram atau YouTuber yang luput sebagai objek pajak.

“Hal lain yang juga jadi penyebab rendahnya penerimaan pajak karena pemerintah belum mampu mendorong tax extension kepada objek-objek pajak yang relatif baru kalau kita lihat kan saat ini pemerintah memungut pajak penghasilan misalnya pemerintah masih mengandalkan pajak penghasilan karyawan, padahal di luar sana, aktivitas ekonomi di luar sana itu tidak hanya karyawan banyak profesi lain yang sifatnya non karyawan dan itu potensi ditarik pajaknya besar,” paparnya.