Awas! Ini Risiko Jika Tak Ikut Tax Amnesty II Tapi Ada Harta

14 October 2021

NEWS – Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia

 

14 October 2021

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah kembali memberikan pengampunan bagi wajib pajak untuk kedua kalinya. Sebelumnya diberi nama tax amnesty, maka kali ini disebut program pengungkapan sukarela (PPS).

Pengampunan kedua kali ini diberikan berdasarkan UU terbaru tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang baru saja disetujui untuk disahkan DPR RI pada pekan lalu.

 

Adapun peserta yang bisa ikut program ini wajib pajak orang pribadi dan badan baik yang ikut tax amnesty periode 2016-2017 silam maupun tidak. Tarif yang diberikan pun berbeda atau jauh lebih tinggi dibandingkan dengan program pengampunan sebelumnya.

Diharapkan, pengampunan yang diberikan untuk kedua kalinya ini bisa dimanfaatkan oleh wajib pajak maupun badan yang belum taat hingga saat ini. Sebab, jika tetatp tak patuh meski diberikan pengampunan, maka sanksi yang dikenakan lebih tinggi.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorrat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor mengatakan, setelah program pengampunan yang kedua ini dan DJP menemukan masih ada wajib pajak tak patuh maka sanksi yang diberikan 30%.

“Untuk WP OP yang tidak mengikuti PPS, dalam hal DJP menemukan data dan/atau informasi lain mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan, maka dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 30%,” ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (14/10/2021).

Selain PPh final 30%, DJP juga akan mengenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 200% sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan perubahannya.

“Sanksi ini akan diberikan melalui penerbitan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar oleh Direktur Jenderal Pajak,” jelasnya.

Adapun program tax amnesty jilid II ini akan berlangsung selama enam bulan sejak 1 Januari – 30 Juni 2022. Tarif yang diberikan ada dalam dua kebijakan, yakni:

Pertama, kebijakan ini diberikan untuk WP OP dan Badan yang sudah pernah menjadi peserta Tax Amnesty Jilid dengan basis aset yang diperoleh hingga 31 Desember 2015.

Tarif PPh Finalnya:

– 11% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

– 8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi ke dan aset dalam negeri

– 6% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA).

Kedua, kebijakan ini diberikan untuk WP OP yang selama ini belum melaporkan kekayaannya yang didapat pada 2016 sampai 2020 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak 2020.

Tarif PPh Finalnya:

– 18% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri

– 14% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri

– 12% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi terbarukan.