Begini prospek penerimaan PPh hingga akhir tahun

25 December 2019

Kontan, Rabu, 25 Desember 2019 / 17:47 WIB

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sebagai kontributor penerimaan pajak terbesar, pajak penghasilan (PPh) nampaknya sudah tidak bisa diharapkan. Hal tersebut terkonfirmasi dengan realisasi yang masih jauh dari target di tengah perlambatan ekonomi domestik.

Berdasarkan data Kemenkeu realisasi penerimaan PPh sepanjang Januari-November 2019 sebesar Rp 668,61 triliun atau berkontribusi 69,93% dari total penerimaan pajak senilai Rp 1.136,17 triliun. Namun pencapaian PPh tersebut baru 74,76% dari target pencapaian akhir tahun yakni Rp 894,45 triliun.

Namun demikian, pemerintah meyakini penerimaan PPh Pasal 25/29 atau PPh Badan serta PPh Pasal 21 atau PPh karyawan akan mencatatkan pertumbuhan yang lebih baik di akhir tahun. Dari sisi PPh Badan, rebound profitabilitas korporasi mulai terasa sejak awal kuartal IV-2019. Sementara PPh karyawan mampu tumbuh positif karena adanya Tunjangan Hari Raya (THR).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kinerja penerimaan pajak penghasilan karyawan membaik karena peningkatan pertumbuhan sektor yang padat karya seperti pengolahan, perdagangan, serta jasa dan keuangan. Sementara, untuk pajak penghasilan korporasi rebound, terjadi pada sektor informasi dan komunikasi serta jasa keuangan.

Meski demikian, bila PPh badan dibandingkan tahun lalu masih kalah moncer. Tapi, pencapaian November 2019 sudah mengindikasikan perbaikan. Untuk itu Menkeu tetap melihat ada harapan optimisme karena profitabilitas korporasi membaik.

Adapun realisasi penerimaan PPh Pasal 21 sampai dengan akhir November 2019 sebesar Rp 133,17 triliun dengan pertumbuhan 10,58% yoy. Sementara, realisasi penerimaan PPh Pasal 25/29 senilai Rp 222 triliun atau tumbuh 1,81% secara tahunan.

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menilai di tengah lesunya perekonomian global mengandalkan PPh yang pemajakannya didasarkan atas profitabilitas tentu mustahil untuk mencapai target penerimaan pajak.

Oleh karena itu, perlu terobosan untuk melirik pemajakan yang berbasis atas konsumsi yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Menurut Darussalam hal ini bisa dilakukan dengan cara mengurangi sedikit demi sedikit pengecualian terhadap objek PPN. “Misalnya, mengurangi fasilitas-fasilitas PPN dan mengurangi ambang batas untuk pengusaha kena pajak,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Rabu (25/12).

Selain itu otoritas pajak juga perlu tetap memperluas basis pemajakan atas dasar pemajakan kekayaan, sebagai contoh memperkenalkan pajak atas warisan.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Shinta Kamdani mengatakan mesti tren kinerja korporasi belakangan membaik dan ada THR, tapi tidak semoncer tahun lalu. Sehingga, perluasan basis jumlah pajak perusahaan perlu ditingkatkan dan perbaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dapat menjadi cara pemerintah sepanjang Desember ini.

“Dalam keadaan ekonomi yang melemah kuncinya ada di ekstensifikasi, memang agak sulit, butuh kerja ekstra, kalau hanya mengandalkan PPh saja pada saat ini,” kata Shinta kepada Kontan.co.id, Rabu (25/12).

Untuk itu, Darussalam meramal penerimaan pajak secara keseluruhan di akhir tahun 2029 dapat berkisar antara Rp 1.361 triliun-Rp 1.398 triliun. Artinya, penerimaan pajak akan berada di kisaran 86,3%-88,6% terhadap target sebesar Rp 1.577,6 triliun.

Namun, dalam skenario terburuk, DDTC memprediksi penerimaan hanya akan mencapai 83,5% dari target atau shortfall sekitar Rp 259 triliun.

Alasannya saat ini dari total penerimaan pajak, PPh non-migas masih mendominasi bersama PPN yang mana belum bisa mendongkrak penerimaan PPh migas.