Bos Binance Ungkap Kelemahan Aturan Pajak Kripto di RI, Apa Tuh?

15 November 2022

Achmad Dwi Afriyadi – detikFinance
Senin, 14 Nov 2022

Jakarta – CEO Binance Changpeng Zao menyoroti masalah pajak kripto yang baru saja diperkenalkan Indonesia.
Menurutnya, penerapan pajak ini tidak optimal.

“Ini tidak optimal,” katanya dalam acara B20 Summit yang disiarkan secara online, Senin (14/11/2022).

Ia tak mempermasalahkan penerapan pajak kripto. Meski demikian, dia menilai, penerapannya akan optimal jika pajaknya rendah.

Dia mengatakan, jika pajak dikenakan untuk transaksi US$ 99 atau US$ 100 maka pemerintah ‘tidak’ akan mendapat pajak. Sebab, tidak ada yang melakukan transaksi dengan nominal tersebut.

Lanjutnya, kripto sendiri menerapkan konsep dengan pembatasan yang minim (less border). Dengan pajak yang rendah namun volume transaksi besar maka pemerintah akan mendapat lebih banyak dari pajak.

Meski begitu, ia secara pribadi merekomendasikan jika pajak tidak diterapkan pada transaksi. Baginya, hal itu akan membuat transaksi menurun.

“Jika kita memberikan pajak 0,1 sampai 2% dari transaksi itu akan berdampak tidak banyak transaksinya. Jadi, bebankan pajak pada bisnisnya di industri, pajak penghasilan perusahaan,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap, pemerintah telah mengumpulkan miliaran rupiah dari pajak kripto.

Pajak kripto ini terdiri dari pajak penghasilan (PPh) atas transaksi aset kripto melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dan penyetoran sendiri serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) DN atas pungutan oleh non-bendaharawan.

“Pajak kripto yang sempat tentu pada saat itu terjadi boom telah kita kumpulkan PPN Rp 82,85 miliar dan transaksi aset pemindahan tangan dari kripto terkumpul Rp 76,2 miliar,” kata Sri Mulyani, dalam konferensi pers APBN KITA Oktober 2022 dikutip Sabtu (22/10).

Jika dijumlahkan, maka negara telah menghasilkan setidaknya Rp 159,12 miliar. Nilai itu dikumpulkan sejak 1 Mei hingga 30 September 2022.

(acd/dna)