Ditjen Pajak punya dua direktorat baru optimalkan pengumpulan data, ini kata idEA

09 July 2019

Kontan, Selasa, 09 Juli 2019 / 06:05 WIB

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) resmi membentuk dua direktorat baru dalam Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Senin (8/7).  Keduanya adalah Direktorat Data Informasi Perpajakan (DDIP) serta Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi (DTIK).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan kedua direktorat ini nantinya akan difokuskan untuk perpajakan industri digital.

“Jadi kami sudah melihat di berbagai negara. Oleh karena itu kami berkeputusan membuat tim yang sangat dedikatif untuk sistem informasi ini,” ucapnya.

Geliat ekonomi digital memang tampaknya diperhatikan pemerintah. Bank Indonesia (BI) melaporkan estimasi nilai transaksi di market place sepanjang Mei sebesar Rp 28,8 triliun Angka ini naik 38,46% dibanding bulan April sebesar Rp 20,8 triliun.

Bahkan, secara year to date (ytd) transaksi market place sebanyak Rp 99,1 triliun. Jauh dibanding periode sama tahun lalu yakni Rp 49,5 triliun.

Nah, lewat DDIP dan DTIK akan membangun database dan sistem informasi baik dalam seluruh aspek ekonomi digital meliputi e-commerce.

“Kedua direktorat baru ini ditujukan untuk restrukturisasi data DJP internal, tapi tidak untuk kemungkinan data base e-commerce masuk ke dalamnya,” kata Sri Mulyani.

Menkeu percaya, keandalan sistem menjadi sangat penting terutama di era digital dan makin meningkatnya pelaku ekonomi digital. Sehingga, akan memungkinkan untuk DJP mendapatkan apa yang disebut link data dari pelaku ekonomi secara lebih langsung.

Sebelumnya, Kemkeu mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (e-commerce) di awal tahun. Namun akhirnya Sri Mulyani mencabut PMK ini.

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung bilang aturan ini memberatkan e-commerce sebab, ekonomi digital juga merangkul transaksi di media sosial. Sementara dalam PMK tersebut, dia menilai cenderung berat sebelah.

Akibatnya, pelapak di market place bisa memindahkan lapaknya ke media sosial yang belum disinggung soal tertib administrasi pajak.

Ignatius mengatakan dari sisi e-commerce sebetulnya tidak ada masalah untuk dapat tertib administrasi. Menanggapi, dibentuknya direktorat baru tersebut, Ignasius bilang pemerintah jangan hanya melihat ekonomi digital dari aspek e-commerce saja.

Tapi juga dari sisi ekonomi di media sosial. “ Saya rasa masih ada kesenjangan, kecuali sama-sama mengambil data dari media sosial,” kata Ignasius kepada Kontan.co.id.

Kendalanya, masalah data transaksi media sosial susah untuk dihimpun. Sebab, transaksi terjadi di luar platform. Sementara dari e-commerce transaksi cukup jelas, tertuang dalam setiap fitur dan kategori produk yang sudah cukup jelas.

Kesenjangan inilah yang perlu dipecahkan oleh pemerintah biar seluruh elemen ekonomi digital tertib administrasi.

Dalam skenarionya, pelapak e-commerce terbagi dua. Pertama, pelapak yang punya toko offline dan online. Kedua pelapak di toko online saja.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, pada dasarnya skema perpajakan ekonomi digital tidak ada kebaruan.

Hanya saja tujuan dari aturan ini biar tertib administrasi pajak. Pelapak e-commerce akan ditertibkan untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%.

Sementara untuk transaksi di bawah Rp 4,8 triliun per tahun bakal dikenakan pajak UMKM yakni Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,5% dari total transaksi per tahun.

Hestu bilang kebanyakan toko online yang punya offline sudah membayar pajak lewat online. Tetapi pelapak toko online saja belum tahu apakah sudah membayar pajak.

“Sampai saat ini kami belum punya data resminya, market place juga belum melaporkan,” kata Hestu saat di temui di kantor DJP kepada Kontan.co.id.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation (Cita) Yustinus Prastowo menilai terkait potensi penerimaan pajak market place sepertinya masih tergolong rendah. Sebab, mayoritas market place tergolong UMKM. “Dengan dicabutnya PMK kemarin otomatis terjadi status quo,” kata Yustinus kepada Kontan.co.id.