Ditjen Pajak Tuntaskan Temuan BPK

11 October 2022

Tegar Arief & Wibi Pangestu Pratama
Selasa, 11/10/2022

Bisnis – Ditjen Pajak menegaskan saat ini hampir seluruh temuan BPK terkait dengan insentif program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) selesai ditindaklanjuti.

Pernyataan tersebut sekaligus menjadi hak jawab atas pemberitaan di Harian Bisnis Indonesia edisi 6 Oktober 2022 berjudul

“Dana Insentif Diduga Manupulatif” yang ditandatangani oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor.

Ditjen Pajak menjelaskan, penggunaan kata “dimanipulasi” dan “manipulasi” dalam berita tersebut tidak berdasar karena tidak sesuai fakta yang ada dalam IHPS I BPK pada 2022. Merujuk pada IHPS Semester I BPK pada 2022 tersebut, sama sekali tidak terdapat penyebutan kata “manipulasi” sebagai poin temuan BPK terkait insentif.

Penggunaan kata “manipulasi” disebut sebagai persamaan makna dengan kata “tidak valid” sebagai kata pengganti dengan penggunaan kata sambung “atau”.

Terkait dengan hal tersebut, Ditjen Pajak menyampaikan bahwa kata “manipulasi” tidak memiliki makna yang sama dengan kata “tidak valid”.

Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “manipulasi” bermakna penggelapan; penyelewengan, sedangkan makna kata “valid” memiliki arti menurut cara yang semestinya; berlaku; sahih.

Neil menambahkan, poin temuan BPK adalah bahwa penentuan kriteria program penanganan pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada 2021 dan pelaporan pada LKPP pada 2022 (audited) belum sepenuhnya memadai, bukan ketidakmampuan meningkatkan fungsi pengawasan sehingga menimbulkan ketidaktepatan sasaran penyaluran insentif pajak.

Dia juga mengklarifikasi bahwa, Yon Arsal selaku Staf Ahli Kemenkeu di Bidang Kepatuhan Pajak tidak menyatakan bahwa pemeriksaan BPKP merupakan faktor penghambat pencairan.

Yon Arsal menyatakan bahwa komponen PPN DTP sebesar Rp6,74 triliun belum dapat dicairkan pada tahun lalu karena pada waktu tersebut proses pemeriksaan BPKP sedang berlangsung, sehingga yang seharusnya dicairkan pada 2020—2021 belum dapat dicairkan pada tahun yang bersangkutan dan masih menjadi tunggakan untuk dicairkan pada tahun berikutnya.

Bahkan lebih lanjut Yon Arsal menyatakan bahwa BPK pun telah merekomendasikan untuk dapat segera dilakukan pencairan.

Dalam hal ini Ditjen Pajak telah melakukan koordinasi dengan Ditjen Anggaran untuk menindaklanjuti proses pencairan tersebut dan seluruhnya dalam proses untuk dicairkan pada tahun ini.

“Dapat kami sampaikan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh BPKP adalah merupakan proses pemeriksaan rutin dalam rangka menjamin akuntabilitas pemberian insentif pajak berupa pajak Ditanggung Pemerintah . Dalam prosesnya apabila pemeriksaan oleh BPKP belum selesai dilakukan maka insentif pajak DTP tersebut belum dapat dicairkan,” jelas Neil.

Sementara itu, hingga Agustus 2022, Ditjen Pajak mencatatkan penerimaan pajak mencapai Rp1.171,8 triliun. Menurut Dirjen Pajak Suryo Utomo, kinerja penerimaan pajak yang sangat baik pada periode Januari-Agustus ini dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, basis yang rendah pada tahun 2021 akibat pemberian insentif fiskal, dan adanya dampak implementasi UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Secara terperinci, total penerimaan pajak tersebut berasal dari Rp661,5 triliun Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas (88,3% dari target), Rp441,6 triliun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau PPnBM (69,1% target), Rp55,4 triliun PPh migas (85,6% target), dan Rp13,2 triliun PBB dan pajak lainnya (40% target).

Seluruh jenis pajak mengalami pertumbuhan neto kumulatif dominan positif. PPh 21 tumbuh 21,4%, PPh 22 impor tumbuh 149,2%, PPh Orang Pribadi 11,2%, PPh Badan tumbuh 131,5%, PPh 26 tumbuh 17,2%, PPh Final tumbuh 77,1%, PPN Dalam Negeri tumbuh 41,2%, dan PPN Impor tumbuh 48,9%.

Untuk penerimaan sektoral, seluruh sektor utama tumbuh positif ditopang oleh kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, serta bauran kebijakan antara lain phasing-out insentif fiskal, pelaksanaan UU HPP, dan kompensasi bahan bakar minyak.

Editor : Duwi Setiya Ariyanti