DJP Akan Pakai Sistem Terbuka, Data Pribadi Wajib Pajak Aman?

23 August 2024

Ditjen Pajak Kemenkeu akan mentransformasi sistem perpajakan menjadi open system alias sistem terbuka sebagai upaya migrasi ke ekosistem digital.

Bisnis.com

Kamis, 22 Agustus 2024

 

Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) akan mentransformasi sistem perpajakan menjadi terbuka alias open system sebagai upaya migrasi ke ekosistem digital.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak DJP Iwan Djuniardi menjelaskan bahwa setidaknya ada tiga konsep transformasi yang diterapkan otoritas. Dalam ekosistem digital, lanjutnya, yang paling utama merupakan data.

“Kalau bicara digital, bicara data. Kemudian yang kedua, ini yang tadi kerja sama, kita membuat open systemopen and integrated system. Ketiga adalah bagaimana membuat otomasi, artinya auto regulated ecosystem,” jelas Iwan seperti yang disiarkan kanal YouTube Direktorat Jenderal Pajak, Kamis (22/8/2024).

Dia mengakui, dengan sistem terbuka tersebut maka muncul potensi kebocoran data pribadi para wajib pajak. Kendati demikian, Iwan menekankan bahwa sudah ada UU Perlindungan Data Pribadi dan Pasal 34 UU HPP yang melindungi data pribadi warga dan melarang DJP sebarkan data wajib pajak.

Tak sampai situ, dia menyatakan DJP juga memakai teknologi enkripsi, two factory authentication (autentikasi dia faktor), dan digital certificate (sertifikasi digital) untuk meminimalisir data wajib pajak tidak bocor. Terakhir, Iwan mengklaim DJP juga sudah mendapatkan sertifikat ISO 27001 yang menjadi standar internasional untuk sistem manajemen keamanan informasi.

“Alhamdulilah dua kali di-assess [dinilai] ternyata dari sisi tata kelola dan teknologi DJP sudah dianggap mampu mengelola data sebanyak itu,” katanya.

Lebih lanjut, dia menyatakan DJP akan mempunyai Core Tax Administration System (CTAS) alias Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) yang dijadwalkan rilis pada akhir 2024.

Apa Itu Core Tax System Pajak?

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan bahwa core tax adalah reformasi sistem teknologi informasi serta manajemen data dan proses bisnis. Setidaknya, terdapat sembilan tujuan dari implementasi core tax sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2018.

“[Pertama], melakukan otomasi dan digitalisasi layanan administrasi perpajakan dari mulai pendaftaran, ekstensifikasi, pembayaran, pelaporan, layanan wajib pajak, data pihak ketiga, pertukaran informasi,” tulis Sri Mulyani dalam unggahan Instagram @smindrawati, Kamis (1/8/2024).

Tujuan kedua, meningkatkan data analytics berupa kepatuhan wajib pajak berbasis risiko, business intelligence, pengelolaan akun wajib pajak terdiri dari 3 modul, yaitu revenue accounting systemtaxpayer profile, dan potential revenue monitoring.

Ketiga, menciptakan transparansi akun wajib pajak dengan kemampuan melihat seluruh transaksi untuk mempermudah pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan.

Keempat, perbaikan layanan perpajakan yang cepat, dapat diakses dari berbagai saluran dan dapat dimonitor secara real-time oleh wajib pajak.

Kelima, pengawasan dan penegakan hukum yang lebih berkeadilan bagi Wajib Pajak. Keenam, menyediakan data yang lebih kredibel (valid dan terintegrasi) dan memperluas jaringan integrasi data pihak ketiga.

Ketujuh, menciptakan knowledge management for better decision dan menjadikan DJP sebagai data and knowledge driven organization. Terakhir, laporan keuangan DJP yang hati-hati dan akuntabel (Revenue Accounting System).