DJP Perlu Tinggalkan Paradigma Cop and Robber, Apa Maksudnya?

16 January 2023

Paradigma cop and robber menempatkan petugas pajak sebagai polisi dan wajib pajak sebagai perampok.

Bisnis.com12 Januari 2023 

Bisnis.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dinilai perlu membangun kepercayaan dan layanan serta meninggalkan paradigma cop and robber guna mendorong tingkap kepatuhan wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan.

Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono menuturkan bahwa DJP perlu secara konsisten meninggalkan paradigma cop and robber dalam mengawasi kepatuhan wajib pajak.

Menurutnya, DJP perlu membangun tingkat kepercayaan yang terus membaik dengan meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak. Dia menegaskan bahwa pendekatan secara humanis bisa menjadi salah satu upaya alternatif dalam mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak.

“Sementara itu, paradigma cop and robber yang memosisikan petugas pajak sebagai polisi dan wajib pajak sebagai perampok harus terus ditinggalkan,” ujarnya kepada Bisnis baru-baru ini.

Prianto menilai bahwa prasangka negatif dan peyoratif dari petugas pajak kepada wajib pajak harus diganti dengan prasangka positif serta optimisme

“Wajib pajak yang dianggap tidak patuh memiliki sisi baik untuk patuh jika diorangkan,” pungkasnya.

Dengan tingkat kepatuhan pajak atau tax compliance yang meningkat, baik dari wajib pajak orang pribadi maupun badan, niscaya mampu mendorong penerimaan pajak lebih besar.

Pada tahun ini, Pemerintah mematok penerimaan pajak sebesar Rp1.718 triliun. Nilai ini menggambarkan kenaikan 15,7 persen dari target awal penerimaan pajak 2022. Namun, nilai ini hanya naik 0,07 persen dibandingkan realisasi pajak 2022 yang mencapai Rp1.716,8 triliun.

Kenaikan moderat target penerimaan pajak 2023 dibandingkan tahun lalu bukan tanpa sebab. Pada 2022, Indonesia bisa dikatakan ketiban ‘durian runtuh’ lantaran pajak tersengat oleh lonjakan harga komoditas dan didorong upaya reformasi perpajakan, salah satunya Program Pengungkapan Sukarela atau PPS.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Perpajakan Yon Arsal menuturkan bahwa keuntungan tersebut sepertinya tidak lagi terjadi pada 2023. Saat ini, harga komoditas sudah cenderung menurun, sementara PPS telah berakhir pada tahun lalu.

“Kami lihat baseline di tahun 2022 ada penerimaan pajak yang tidak akan berulang pada 2023. Contohnya, PPS saja jumlahnya sudah Rp61 triliun, belum dampak komoditas yang memang tahun lalu sangat naik sekali,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Selasa (10/1/2023).

Meski demikian, Yon meyakini penerimaan pajak pada tahun ini masih akan meningkat berlandaskan hitung-hitungan internal. Dia menyatakan bahwa pihaknya akan terus melakukan evaluasi setidaknya sampai dengan kuartal I/2023.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyampaikan bahwa untuk mencapai target 2023, DJP akan mendorong dua program prioritas yakni penerimaan dari kegiatan pengawasan pembayaran masa dan penerimaan dari pengawasan kepatuhan material.

Dalam pemberitaan Bisnis sebelumnya, Suryo menyatakan bahwa DJP juga akan mengejar target penerimaan pajak sepanjang 2023 salah satunya dengan memastikan implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).