EDITORIAL Menjaga Semangat Reformasi Pajak

28 February 2023

Aprillian Hermawan
Sabtu, 25/02/2023

Bisnis – Tindak kekerasan yang dilakukan seorang anak pejabat negara pada pekan ini sontak menggegerkan Kementerian Keuangan yang tengah gencar-gencarnya berupaya menaikkan pendapatan negara lewat pajak.

Aksi koboi anak baru gede pejabat eselon dua Ditjen Pajak mendadak viral karena selain berani melakukan tindak penganiayaan hingga korbannya mengalami koma, tersangka ini juga dikenal gemar melakukan flexing alias pamer kekayaan. Dari media sosialnya, ABG ini diketahui sering mengunggah kendaraan mewah seperti motor Harley Davidson dan mobil Jeep Rubicon.

Publik pun geram dan ramai-ramai mengecam tindakan kekerasan dan penganiayaan, serta mendukung penanganan hukum yang sedang berjalan. Tak ayal petinggi Kementerian Keuangan turut buka suara seraya menegaskan akan mengawasi kekayaan pegawai di lingkungannya.

Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku geram dengan gaya hidup mewah yang dilakukan oleh keluarga jajaran Kemenkeu. Tindakan ini dinilai telah menimbulkan erosi kepercayaan terhadap integritas dan menciptakan reputasi negatif kepada seluruh jajarannya.

Menkeu menegaskan tak seharusnya keluarga di kementeriannya memiliki gaya hidup mewah apalagi sampai pamer harta. Akhirnya, pejabat yang bersangkutan harus dicopot dalam rangka pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kemenkeu terhadap harta kekayaannya pada Jumat ini (24/2).

Fenomena pejabat negara yang memiliki pola hidup mewah seakan telah menjadi rahasia umum di Tanah Air. Komisi Pemberantasan Korupsi beberapa waktu sebelumnya juga pernah menyentil gaya hidup hedon para pejabat negara yang tidak etis ini. Alasannya, pejabat publik yang memiliki pola hidup mewah berkaitan erat dengan perilaku koruptif.

Harian ini menilai selain tidak seharusnya pejabat kemenkeu memiliki gaya hidup mewah, mereka juga tak semestinya bergelimang harta. Dengan kehidupan yang berlebihan, sering para pejabat menghalalkan segala cara untuk bisa memenuhi gaya hidup tersebut. Gaya hidup ‘tajir melintir’ bisa menjadi satu indikasi bahwa pejabat yang bersangkutan berkelakuan tidak baik.

Karena terpancing untuk memiliki gaya hidup berlebihan, sering para pejabat menghalalkan segala cara untuk bisa memenuhi kebutuhannya. Salah satu contoh dari perilaku semaunya itu juga tampak dalam kasus penganiayaan anak pejabat di atas yang mengungkap fakta mengejutkan. Pelat nomor mobil yang dipakai anak pejabat ini ternyata palsu dan menunggak bayar pajak tahunan.

Tentunya fakta ini akan menyulitkan upaya pemerintah yang menargetkan penerimaan tahun ini sebesar Rp2.021,2 triliun atau tertinggi sepanjang sejarah. Penerimaan perpajakan tahun 2023 tumbuh 5,0% dari outlook APBN 2022 yang ditopang oleh penerimaan pajak sebesar Rp1.718,0 triliun dan kepabeanan-cukai Rp303,2 triliun.

Untuk mencapai target itu, kebijakan penerimaan perpajakan akan diarahkan untuk optimalisasi pendapatan yang mendukung transformasi ekonomi. Selain itu, upaya lainnya ditujukan pada pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19 dengan memastikan implementasi reformasi perpajakan berjalan efektif. Dengan begitu, reformasi perpajakan menjadi faktor yang sangat menentukan dalam upaya pencapaian target.

Tanpa sumber daya manusia berintegritas, angan-angan reformasi pajak ini akan sulit diwujudkan dan hanya menjadi sebatas jargon. Memang tidak semua pejabat seperti itu karena tidak sedikit juga mereka yang hidup apa adanya. Dan memang sudah semestinya para pejabat negara hidup sewajarnya untuk menjalankan amanat rakyat yang menggaji mereka. Yang jelas, korupsi adalah bentuk pengkhianatan pejabat terhadap rakyat karena tidak sedikit masyarakat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Alhasil, perilaku bermewah-mewahan pejabat adalah indikator paling mudah untuk mengendus ada tidaknya tindak korupsi. Pemerintah harus tegas dalam menyikapi fenomena pejabat negara kaya karena gaya hidup bisa mendorong sifat rasa tidak puas dari pelakunya sehingga akhirnya untuk memenuhi ketidakpuasan tersebut berbagai cara dilakukan, termasuk korupsi.

Editor : Indyah Sutriningrum