Exchanger Keluhkan Pajak Kripto, Begini Tanggapan Bappebti

05 April 2024

Kamis, 04 April 2024

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pajak kripto banyak dikeluhkan oleh exchanger lantaran dinilai terlalu tinggi. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) pun akan mengupayakan peninjauan kembali terkait pajak.

Sekretaris Bappebti Olvy Andrianita mengatakan, salah satu potensi aset kripto di Indonesia adalah turut andil dalam memberikan kontribusi pada penerimaan negara melalui pajak.

Sejak tahun 2022 sampai Februari 2024, total pajak dari perdagangan/investasi aset kripto mencapai Rp 539,72 miliar.

Rinciannya, penerimaan pajak pada tahun 2022 tercatat sebesar Rp 246,45 miliar dan tahun 2023 mencapai Rp 220,83 miliar.

“Adapun pada tahun 2024 meningkat menjadi Rp 72,44 miliar,” ujarnya kepada Kontan.co.id beberapa waktu lalu.

Namun, ia pun memastikan bahwa pihaknya tak menutup mata dengan yang terjadi di pasar.

“Saat ini Bappebti tengah mengajukan usulan untuk peninjauan kembali besaran dan mekanisme pemungutan pajak aset kripto ini,” katanya.

Di sisi lain, ia melihat semakin terciptanya keyakinan pada kemampuan pasar di aset kripto untuk terus berkembang.

Jumlah pelanggan yang terdaftar di Bappebti dan Bursa per Februari 2024 tercatat mencapai 19,18 juta pelanggan.

 

Rata-rata kenaikan jumlah pelanggan terdaftar tersebut mencapai 427,2 ribu pelanggan per bulan. “Hal ini terhitung sejak data Aset Kripto dilaporkan para CPFAK ke Bappebti pada Februari 2021 lalu,” paparnya.

Adapun nilai transaksi perdagangan fisik aset kripto pada Februari 2024 tercatat mencapai Rp 33,69 triliun atau naik 56,22% dari bulan sebelumnya pada tahun yang sama.

Olvy menyebutkan, tingkat kepercayaan masyarakat yang semakin besar pada industri/investasi aset kripto ini dipicu adanya dampak positif pembentukan ekosistem aset kripto di Indonesia. Ekositem itu meliputi Bursa Aset Kripto, Lembaga Kliring, dan Depository.

“Tujuan pembentukan ekosistem ini untuk meningkatkan perlindungan terhadap masyarakat/pelanggan dan memberikan kepastian berusaha bagi pelaku usaha/pedagang aset kripto di Indonesia,” imbuhnya.

Sebelumnya, pelaku industri aset kripto mengeluhkan tingginya pajak yang mencapai 0,21% atau tertinggi di Asia Tenggara. Angka itu juga jauh dibandingkan dengan pajak saham yang hanya sebesar 0,1%.