Indonesia Siap Adopsi Pilar Satu dan Dua Kesepakatan Pajak Digital Global

16 November 2021

Senin, 15 November 2021

Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah Indonesia saat ini tengah menunggu detail implementasi pajak digital global dan tarif minimum pajak atas laba perusahaan-perusahaan raksasa global sebesar 15%, yang disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 (KTT G20) di Roma, Italia. Implementasi pajak digital global tersebut, saat ini tengah dibahas oleh negara-negara anggota Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting Project (BEPS).

Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Mekar Satria Utama menyampaikan, ada 137 negara dari 140 anggota Inclusive Framework on BEPS yang menyepakati pajak digital global dan ketentuan tarif minimum pajak atas laba perusahaan-perusahaan raksasa global sebesar 15%.

“Kami memang sudah mengantisipasi keberadaan perpajakan baru internasional ini ke depan,” kata Mekar Satria dalam diskusi “Kejelasan Arah Pajak Global untuk Indonesia”, Senin (15/11/2021).

Mekar Satria menjelaskan, pemerintah sedang menyusun atau membahas Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang sekarang menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021.

“Dalam revisi UU HPP tersebut sudah kita masukkan juga pasal-pasal untuk mengantisipasi ke depan apabila nanti pilar satu terkait pajak digital dan juga pilar dua terkait tarif minimum 15% akan berlaku di Indonesia,” jelasnya.

Sebagai informasi, dalam Inclusive Framework on BEPS terdapat dua pilar yang disepakati. Pilar 1, unified approach yang bertujuan memungut pajak perusahaan multinasional dengan tidak mempertimbangkan kehadiran fisik.

Selama telah mengambil manfaat ekonomi dari yurisdiksi atau negara terkait, maka perusahaan tersebut tetap harus membayar pajak.

Sedangkan pilar kedua merupakan usulan solusi yang berupaya mengurangi kompetisi pajak sekaligus melindungi basis pajak yang dilakukan melalui penetapan tarif pajak efektif PPh badan minimum secara global.

“Indonesia sekarang bisa memajaki dan keberadaan fisiknya sudah tidak lagi dipertanyakan. Kalau dulu kan menjadi isu, server-nya berada di mana, misalnya di negara tetangga, itu selalu menjadi perdebatan. Dengan pilar satu, isu itu dihilangkan,” jelas Mekar Satria.

Untuk pilar satu dan dua tersebut, Satria mengatakan basisnya di dalam UU HPP sudah disiapkan. Artinya dalam konteks dasar undang-undang sudah ada.

“Dalam hal ini nanti Indonesia sudah diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk bisa melaksanakan baik itu kesepakatan pilar satu dan dua maupun perjanjian lainnya. Kemungkinan untuk pilar satu rencana implementasinya melalui konvensi multilateral yang direncanakan di Juli 2022, kebetulan pada saat Indonesia menjadi Presidensi G20. Jadi dari sisi roadmap untuk pilar satu, kita oke,” terang Mekar Satria.

Sedangkan untuk pilar kedua, meskipun implementasinya mundur dibandingkan pilar satu, tetapi dalam pembahasan-pembahasan yang masih berlangsung menurutnya sudah dalam tahapan detail implementasi.

“Jadi untuk road map, kita siap. Tinggal nanti diimplementasikan saja, rencananya dalam bentuk peraturan pemerintah, kemudian nanti ada peraturan-peraturan Menteri Keuangan. Untuk pilar dua nanti akan dilaksanakan melalui multilateral instrument, nanti kita juga akan lakukan perubahan-perubahan terhadap Perpres yang terkait. Kami sedang menunggu detail implementasi yang sedang dibahas Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting Project (BEPS),” kata Satria.