Ini keuntungan alumni peserta tax amnesty dari program pengampunan pajak

08 June 2021

Selasa, 08 Juni 2021

 

KONTAN.CO.ID –  JAKARTA. Pemerintah berencana akan menggelar pengampunan pajak dalam dua program. Tujuannya untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP), sekaligus menambah pundi-pundi penerimaan negara di tahun depan.

Kebijakan tersebut tertuang dalam revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang rencananya dibahas oleh pemerintah dan parlemen di tahun ini sebab sudah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.

Dalam draf revisi UU KUP yang dihimpun Kontan.co.id, program pertama pengampunan pajak yakni ditujukan kepada WP peserta tax amnesty 2016-2017. Mereka dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak (DJP) belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud.

Harta yang diperoleh para alumni tax amnesty tersebut terhitung sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015. Nantinya, dalam program pengampunan pajak teranyar, penghasilan WP terkait dikenai Pajak Penghasilan (PPh) final.

 

Tarif yang berlaku yakni sebesar 15%. Namun apabila harta kekayaan itu kedapatan diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) maka tarif PPh final yang dipatok lebih rendah yakni 12,5%. Selain itu, mereka juga dibebaskan dari sanksi administrasi

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan program pertama bakal laris manis diikuti oleh para alumni tax amnesty 2016-2017 lalu. Sebab secara langsung, mereka mendapatkan pengampunan pajak untuk kedua kalinya.

Meskipun tarif pajak yang dibandrol lebih tinggi dibandingkan pengampunan pajak lima-enam tahun lalu yang berkisar 2% hingga 5% untuk harta yang berada di dalam negeri dan 10% apabila terdapat di luar negeri, wajib pajak terkait tetap untung.

Selain tarif pajaknya lebih rendah daripada ketentuan PPh OP yang berlaku saat ini sebesar 30%, alumni tax amnesty 2016-2017 juga dibebaskan dari sanksi pidana. Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, wajib pajak yang ikut serta tax amnesty tidak dijerat sanksi pidana perpajakan.

Lantaran program pertama masih menggunakan basis harta kekayaan seperti tax amnesty 2016-2017, maka penghapusan sanksi pidana masih diberikan. “Skema pertama ini pasti banyak digandrungi oleh wajib pajak-wajib pajak yang dulu ikut serta tax amnesty,” kata Prianto kepada Kontan.co.id, Selasa (8/6).

Di sisi lain, program kedua yang merupakan pengampunan pajak atas harta yang peroleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2019. Syaratnya, masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2019, tapi belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh OP tahun pajak 2019.

Lebih lanjut pasal tersebut juga mengatur, wajib pajak orang pribadi tersebut harus memenuhi tiga ketentuan antara lain tidak sedang dilakukan pemeriksaan, untuk tahun pajak 2016 hingga 2019.

Kemudian, tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk tahun pajak 2016 sampai dengan 2019. Terakhir, tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan.

Adapun untuk WP atas pengungkapan kekayaan 2016-2019 tersebut dikenai PPh Final sebesar 30% dan 20% jika diinvestasikan dalam instrumen SBN. Mereka juga dibebaskan dari sanksi administrasi pajak.

Sebagai catatan, perubahan UU KUP tersebut menegaskan bagi wajib pajak yang ingin mengikuti kedua program pengampunan pajak tersebut wajib mengungkapkan harta bersih dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) dan disampaikan kepada Ditjen Pajak dalam periode tanggal 1 Juli 2021 sampai dengan tanggal 31 Desember 2021.

“Untuk skema kedua sepertinya akan sepi peminat, sebab tarif pajaknya sama atau tidak berbeda jauh dari ketentuan sekarang, kemudian hanya bebas sanksi administrasi. Tidak ada pencabutan sanksi pidana seperti tax amnesty. Jadi bagi mereka lebih baik melakukan pembetulan SPT sekarang dari pada menunggu programnya berlangsung tahun depan,” ujar Prianto.

Prianto menilai dengan adanya jangka waktu pengungkapan harta kekayaan wajib pajak selama enam bulan, kemungkinan program pengampunan pajak akan diselenggarakan pada periode semester I 2022. Dus ada waktu bagi otoritas untuk menelaah SPPH agar pajak yang diterima negara bisa optimal.

Dia memprediksi paling tidak apabila kedua program tersebut digelar penerimaan pajak yang bisa dikumpulkan dari para pengemplang pajak sebesar Rp 110 triliun hingga Rp 120 triliun.

Di kesempatan lain, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, rencana pengampunan pajak merupakan bagian dari formasi perpajakan dengan tetap mempertimbangkan struktur perekonomian saat ini hingga ke depan.

Rencana kebijakan perpajakan itu diharapkan bisa mengoptimalkan penerimaan negara untuk memenuhi belanja negara. Dus, perekonomian bisa pulih dari dampak pandemi virus corona.

“Kebijakan reformasi perpajakan pasti kita lakukan dengan analisis yang mendalam arahnya ke mana hingga dampak terhadap perekonomian dengan terukur. Dengan tetap menjaga iklim investasi, dan memperkuat sistem perpajakan,” kata Febrio saat Media Briefing dengan Media Terkait Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Fiskal 2022, Jumat (4/6).