Ini Tanggapan Kemenkeu Soal Pegawai Ditjen Pajak yang Miliki Perusahaan Konsultan

14 March 2023

Minggu, 12 Maret 2023

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Berdasarkan keterangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak 134 pegawai pajak di bawah Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memiliki saham di 280 perusahaan bersifat tertutup.

KPK menyebut sebagian perusahaan itu berbentuk firma konsultan pajak bertugas menangani urusan perpajakan perusahaan yang jadi wajib pajak. Menurut KPK, pegawai pajak yang memiliki saham di konsultan pajak tidak etis karena rawan akan konflik kepentingan.

Menanggapi hal tersebut, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, pihaknya masih menganalisis info yang diterima dari KPK pada Jumat (10/3).

Dia juga menyampaikan pihaknya akan melakukan tindakan apabila ada pegawai pajak yang menjadi konsultan pajak yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

“Jika terkait konsultan pajak atau jenis lain yang ada potensi konflik kepentingan, tentu akan ditertibkan. Ya, itu nanti kami lihat aturan, kesalahan, atau risikonya,” ucap dia kepada Kontan.co.id, Minggu (12/3).

Sementara itu, Yustinus juga meluruskan dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tidak ada larangan kepemilikan saham oleh pegawai pajak.

“Yang diatur adalah penyalahgunaan kewenangan atau jabatan dan konflik kepentingan,” ujarnya.

Oleh karena itu, dia menyampaikan agar tidak mencampuradukan soal pegawai pajak yang punya usaha dan menjadi konsultan pajak. Adapun para pegawai masih diperbolehkan mengelola usaha asal tidak berkaitan dengan tugas dan fungsi di Kemenkeu.

“Misalnya, usaha catering, percetakan, fotografi, jasa wisata, dan lainnya, mestinya boleh,” kata dia.

Sebagai informasi, pada Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 atau UU Aparatur Sipil Negara dan PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil terlihat tidak ada aturan bahwa aparatur sipil negara dilarang memiliki saham.

Adapun pada UU Nomor 5 Tahun 2014 dalam Pasal 5 huruf h yang mengatur mengatur kode etik dan perilaku aparatur sipil negara hanya disebutkan bahwa mereka hanya perlu menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya.

Selain itu, dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 pada Pasal 5 huruf a hanya disebutkan bahwa aparatur sipil negara dilarang menyalahgunakan wewenang, kemudian Pasal 5 huruf b disebutkan bahwa aparatur sipil negara dilarang menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain yang diduga terjadi konflik kepentingan dengan jabatan.