INSENTIF INVESTASI Fasilitas Fiskal KEK Butuh Evaluasi

09 January 2023

Tegar Arief & Ni Luh Anggela
Senin, 09/01/2023

Bisnis, JAKARTA — Skema insentif dalam Kawasan Ekonomi Khusus perlu dievaluasi mengingat nihilnya pemanfaatan fasilitas pengurang setoran Pajak Penghasilan Badan tersebut. Evaluasi diperlukan dalam rangka mempertahankan daya magis kawasan khusus yang sejatinya masih cukup kuat.n

Berdasarkan data Laporan Belanja Perpajakan 2021 yang dipublikasikan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, hingga saat ini masih belum ada realisasi pemanfaatan insentif berbentuk tax holiday.

Hal itu disebabkan oleh tidak adanya pelaku usaha yang telah merealisasikan komitmen penanaman modal sehingga realisasi fasilias Pajak Penghasilan (PPh) Badan itu tertunda.

Kepala BKF Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, mengatakan saat ini hampir seluruh investor yang berkomitmen untuk menanamkan modal di Kawasan Ekonomi Khusus masih dalam tahap eksekusi.

“Saat ini cukup banyak investor yang mendapatkan insentif di KEK masih dalam penyelesiaan rencana penanaman modal,” katanya, pekan lalu.

Sejatinya, tax holiday adalah fasilitas fiskal yang amat menguntungkan pelaku usaha, karena berpeluang mendapatkan pengurangan atau pembebasan pajak korporasi.

Sayangnya, sejak 5 tahun terakhir tidak ada satupun pebisnis yang berhasil mendapatkan fasilitas tersebut. Hal itu tecermin dari data realisasi dan estimasi belanja perpajakan yang masih Rp0. (Lihat infografik).

Sementara itu, untuk skema tax allowance baru dimanfaatkan oleh segelintir investor di KEK. Itu pun baru terealisasi dalam 2 tahun terakhir dengan nilai masing-masing hanya Rp11 miliar.

Dalam kaitan rendahnya pemanfaatan diskon ini, Febrio pun berkomitmen untuk terus melakukan evaluasi agar fasilitas yang disediakan oleh negara dapat dimanfaatkan secara maksimal dan memberikan efek besar pada perekomian.

“Ini akan terus kami pantau untuk mendorong pertumbuhan manufaktur dan melihat peluang pertumbuhan di sektor pionir,” jelasnya.

Sepinya serapan insentif ini memang patut dievaluasi oleh pemerintah. Apalagi, sesungguhnya minat investor terhadap KEK tak bisa dibilang kecil.

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang diperoleh Bisnis, dari 19 KEK yang ada di Indonesia, pemerintah berhasil mengantongi komitmen investasi senili Rp146,11 triliun.

Dari komitmen itu, Rp105,26 triliun di antaranya berhasil tereaisasi dengan total penyerapan tenaga kerja yang mencapai 47.827 orang.

Potensi penanaman modal di KEK kian memuncak menyusul kebijakan pemerintah yang mengembangkan kawasan tersebut tidak terbatas pada sektor industri. Sektor lain yang tengah dikembangkan antara lain pariwisata dan kesehatan.

Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani, mengatakan sejak pandemi Covid-19 pelaku bisnis banyak melakukan penyesuaian atau efisiensi.

Di antaranya pemangkasan jumlah pekerja dan penghentian sementara aktivitas produksi sejalan dengan kebijakan pemerintah yang membatasi mobilitas masyarakat.

Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab banyaknya pengusaha yang menunda realisasi penanaman modal, termasuk pemanfaatan fasilitas fiskal yang disediakan pemerintah.

“Kondisi ini yang membuat penyesuaian-penyesuaian atas perencanaan awal investasi yang ada,” katanya kepada Bisnis.

DIPERTAHANKAN

Sementara itu, pebisnis di Tanah Air masih berharap pemerintah mempertahankan stimulus pajak pada tahun ini, meskipun ruang fiskal terbilang sempit karena mengarah ke jalur konsolidasi.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W. Kamdani, mengatakan insentif masih menjadi magnet yang memiliki daya pikat strategis di mata investor.

“Tax allowance dan tax holiday perlu terus berjalan dan itu akan terus dibutuhkan untuk menarik investasi lebih jauh,” katanya.

Kalangan ekonom memandang, pemberian insentif bagi pelaku usaha memang dapat memacu investasi yang pada gilirannya mengakselerasi laju ekonomi.

Akan tetapi, pemerintah perlu mempertimbangkan kemampuan anggaran mengingat pada tahun ini pemangku kebijakan wajib menormalisasi defisit di bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam rangka konsolidasi fiskal.

Ekonom Institute of Development on Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, menambahkan tak hanya memberikan stimulus, pemerintah juga perlu melakukan pembenahan dalam mekanisme penyaluran insentif.

Musababnya, tidak sedikit pelaku usaha yang mengeluhkan rumitnya prosedur klaim insentif. Hal inilah yang kemudian menyebabkan mahalnya ongkos investasi di Indonesia. “Itu dulu harus dibenahi baru pembangunan akan sukses,” ujarnya.

Editor : Tegar Arief