Jelang Pemilu, PM Johnson Batalkan Potongan Pajak Perusahaan

19 November 2019

Bisnis.com 19 November 2019  |  18:03 WIB

Bisnis.com, JAKARTA – Perdana Menteri Boris Johnson menarik dukungan calon pemilih menjelang pemilu 12 Desember dengan membatalkan rencana potongan pajak perusahaan.

Dalam pidatonya kepada pebisnis pada konferensi Konfederasi Industri Inggris (CBI) di London, Johnson mengatakan bahwa rencana untuk memotong pajak perusahaan dari 19% menjadi 17% tidak jadi dilaksanakan pada April 2020.

Menurutnya, pembatalan ini akan membantu pemerintah untuk menghemat uang dan membelanjakan lebih banyak pada program prioritas pemilih seperti pelayanan kesehatan nasional (National Health Service/NHS).

“Kebijakan ini menghemat 6 milliar pound yang dapat kami alokasikan untuk program prioritas seperti NHS,” katanya, dikutip melalui Reuters, Selasa (19/11/2019).

Menurut Johnson, pebisnis Inggris telah memperoleh banyak manfaat dari potongan pajak perusahaan selama beberapa tahun terakhir.

Direktur Jenderal CBI Carolyn Fairbairn mengatakan bahwa penundaan potongan pajak demi meningkatkan layanan publik dapat berdampak positif bagi pemerintah jika didukung dengan upaya lebih lanjut untuk mendukung bisnis dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Pada kesempatan lain, Ketua Partai Buruh Jeremy Corbyn justru berencana untuk meningkatkan pajak perusahaan dan pajak penghasilan bagi perusahaan dengan pendapatan tertinggi.

“Perpajakan akan berubah di bawah Partai Buruh. Kami tidak merahasiakan itu. Kami sudah sangat, sangat jelas bahwa 5% orang terkaya harus membayar lebih,” kata Corbyn kepada peserta konferensi CBI setelah Johnson berbicara.

Dia menambahkan bahwa Partai Buruh akan memastikan bahwa pajak korporasi tidak akan naik lebih dari pada 2010.

Pada 2010, tarif pajak perusahaan mencapai 28%. Sebelum pemilu 2017, Partai Buruh mengatakan akan menaikkan tarif menjadi 26%.

Dengan prospek nasionalisasi infrastruktur yang meluas di bawah Partai Buruh, dan kemungkinan no-deal Brexit di bawah Partai Konservatif, banyak pebisnis mengatakan mereka menghadapi tingkat ketidakpastian yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Saya percaya kita menghadapi bahaya yang bisa menghalangi masa depan yang cerah, dan itu mengambil bentuk ideologi ekstrem. Dan kami melihatnya di kedua sisi kesenjangan politik, ”kata Fairbairn CBI.