Jepang Tetap Kerek Pajak Penjualan 10 Persen Oktober 2019

06 January 2019

CNN Indonesia | Minggu, 06/01/2019 12:47 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Pemerintah Jepang memastikan rencana kenaikan pajak penjualandari 8 persen menjadi 10 persen akan tetap sesuai jadwal pada Oktober 2019, meski risiko pelemahan ekonomi terus dicermati Negeri Sakura.

Perdana Menteri Shinzo Abe mengatakan kenaikan pajak penjualan tetap akan dilakukan karena bertujuan memastikan kesejahteraan sosial masyarakat Jepang ke depan. Untuk itu, pemerintah ingin mengambil langkah tersebut guna meningkatkan restribusi yang lebih tinggi.

Selain itu, kenaikan pajak penjualan sejatinya sudah dua kali ditunda oleh pemerintah sejak terakhir kali dinaikkan pada 2014 silam. Terakhir kali, pemerintah Jepang menaikkan pajak penjualan dari 5 persen menjadi 8 persen.

“Tidak ada perubahan pada kebijakan pajak penjualan kami seperti yang sudah dijadwalkam, kecuali Jepang mengalami guncangan dengan skala seperti Lehman Brothers (perusahaan investasi yang pailit pada 2008),” ujarnya, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (6/1).

Abe mengungkapkan pemerintah Jepang akan terus mencermati perkembangan ekonomi global yang sudah diproyeksi banyak pihak akan mengalami perlambatan.

Perlambatan itu ditandai dengan melemahnya permintaan global dan kenaikan tajam nilai tukar mata uang yen Jepang yang justru mengaburkan prospek ekonomi yang bergantung pada ekspor.

Hal ini, katanya, menjadi pertimbangan bagi pengambil kebijakan di Tokyo atas dampak buruk dari gejolak pasar yang terpengaruh sentimen pertumbuhan.

“Ketika ekonomi global pulih secara bertahap, namun ada berbagai risiko terhadap prospek. Sementara fundamental ekonomi Jepang tetap baik, tapi kami tetap mencermati berbagai risiko,” katanya.

Di sisi lain, ia juga mengungkapkan Jepang juga akan terus berusaha menengahi ketegangan hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan China. Caranya, dengan meningkatkan koordinasi global dalam forum G20.

“Sebagai Ketua G20, Jepang berharap dapat memainkan peran untuk kerja sama global, untuk mencapai pertumbuhan yang stabil, dan berkelanjutan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini akan berada di kisaran 3,7 persen. Perkiraan ini turun dari outlook sebelumnya sebesar 3,9 persen.

Menurut IMF, penurunan ekonomi merupakan dampak dari ketegangan kebijakan perdagangan dan pengenaan tarif impor antara AS-China. Selain itu karena negara berkembang tengah berjuang dengan kondisi keuangan dan arus modal keluar yang lebih ketat.