Kajian Preferensi Tarif Impor AS dari RI Kelar Bulan Ini

06 November 2019

CNN Indonesia | Rabu, 06/11/2019 11:54 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Pemerintah menuturkan kajian perpanjangan sistem tarif preferensial umum bea masuk impor (Generalized System of Preference/GSP) dari AS ditargetkan selesai bulan ini. Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Mahendra Siregar mengatakan diskusi antara dua negara masih berlanjut dan diharapkan selesai dalam waktu dekat.

“Kalau komitmen saya ke presiden kan satu bulan, dari waktu dilantik,” katanya, Selasa (5/11).

Untuk diketahui, GSP merupakan program unilateral AS berupa pembebasan tarif bea masuk ke pasar AS. Saat ini, AS memberikan fasilitas GSP kepada 121 negara dengan total 5.062 pos. Dari jumlah tersebut, Indonesia mendapatkan jatah sebanyak 3.572 pos tarif.

Selama kajian berjalan, Mahendra bilang produk-produk sebelumnya tetap mendapatkan preferensi tarif. Ia bilang persyaratan yang diminta AS untuk perpanjangan tarif dinilai dalam batas wajar.

“Jadi sebenarnya yang kami harapkan untuk segera selesai, supaya permanen,” ucapnya.

Sebelumnya, lima produk ekspor Indonesia berhasil mendapatkan kembali fasilitas GSP dari Negeri Paman Sam. Informasi ini disampaikan secara resmi di laman resmi United States Trade Representative (USTR) .

Mengutip keterangan resmi Kementerian Perdagangan, kelima produk tersebut adalah plywood bambu laminasi (HS 44121005), plywood kayu tipis kurang dari 66 mm (HS 44123141155), bawang bombai kering (HS 09082220), sirup gula, madu buatan, dan karamel (HS 17029052), serta barang rotan khusus untuk kerajinan tangan (HS 46021223).

USTR melalui Komisi Perdagangan Internasional AS telah melakukan penilaian terhadap produk ekspor yang mendapatkan fasilitas GSP sejak April 2019. Proses penilaian dilakukan terhadap negara-negara mitra AS seperti Pakistan, Thailand, Brasil, Ekuador, Brasil, dan Indonesia.

Pada 2018, ekspor Indonesia yang menggunakan fasilitas GSP tercatat sebanyak US$2,13 miliar dari total ekspor Indonesia ke AS sebesar US$18,4 miliar. Pada periode Januari–Desember 2018, Indonesia bisa menghemat sebanyak US$101,8 juta melalui pemanfaatan GSP.

Jumlah penghematan ini meningkat sebesar US$23 juta atau 29 persen dibandingkan tahun 2017 yang tercatat sebesar US$78,8 juta.