Kalah dari Tokelau dan Samoa, Rasio Pajak Indonesia Paling Rendah Se-Asia Pasifik

24 July 2020

Bisnis.com 24 Juli 2020  |  03:03 WIB

Bisnis.com, JAKARTA – Rasio pajak Indonesia lagi-lagi menempati posisi paling buncit dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik.

Publikasi terbaru OECD dalam judul Revenue Statistics in Asian and Pacific Economies menyebutkan rasio pajak Indonesia berada di angka 11,9 persen (basis penghitungan tahun 2018). Padahal tahun 2018, penerimaan pajak Indonesia tumbuh cukup positif.

Rasio pajak Indonesia masih kalah jauh dibandingkan dengan Tokelau dan Samoa, negeri kecil di Samudra Pasifik yang rasio pajaknya masing-masing sebesar 18,1 persen dan 25,8 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Capaian rasio pajak ini juga masih jauh dibandingkan dengan rata-rata negara Afrika yang di atas 17,2 persen, negara kawasan rata-rata LAC sebesar 23,1 persen atau rata-rata OECD yang nilainya 34,3 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Dalam catatan Bisnis, publikasi OECD tahun lalu juga mengungkap rasio pajak Indonesia juga masih di bawah rata-rata Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan atau OECD.

OECD menyebut, dengan rasio pajak terhadap PDB Indonesia di angka 11,5 persen pada 2017, capaian itu di bawah rata-rata OECD sebesar 34,2 persen bahkan juga di bawah LAC dan Afrika yang rata-ratanya masing-masing 22 persen dan 18,2 persen.

Sementara itu, jika diukur dari kinerja rasio pajak tahun 2007 hingga 2017, rasio pajak terhadap PDB di Indonesia menurun sebesar 0,7 poin dari 12,2 persen menjadi 11,5 persen.

Adapun, rasio pajak tertinggi untuk rasio pajak pada periode ini adalah 13,0 persen pada 2008, dan terendah 11,1 persen pada 2009.

OECD juga mengungkapkan bahwa penerimaan pajak tertinggi yang diperoleh pemerintah di Indonesia pada tahun 2017 berasal dari pajak barang dan jasa lainnya (30,7 persen) serta penerimaan pajak dari pajak penghasilan badan 22,5 persen.

Salah satu penyebab rendahnya rasio pajak Indonesia, menurut laporan itu, adalah tingginya kontribusi pertanian, sektor informal yang relatif besar, penghindaran pajak, serta basis pemajakan yang rendah