Kenaikan Cukai Tak akan Buat Kinerja Saham Emiten Rokok Redup

09 September 2019

CNN Indonesia | Senin, 09/09/2019 09:19 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Pemerintah dipastikan akan menaikkan cukai rokok lebih dari 10 persen pada tahun 2020. Kenaikan dilakukan karena mereka dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati target penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) naik sebesar 9 persen menjadi Rp180,53 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020.

Oleh sebab itu, mau tidak mau cukai rokok harus naik guna memenuhi target tersebut. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan  target itu lebih tinggi dari pertumbuhan penerimaan CHT usulan Ditjen Bea dan Cukai yang hanya sebesar 8,2 persen.

Kesepakatan ini muncul dari hasil komunikasi dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR beberapa hari lalu.

“Kenaikan target penerimaan berdampak pada kenaikan tarif (cukai rokok) dan itu akan ditentukan segera dalam peraturan menteri keuangan,” katanya pekan lalu.

Meskipun demikian, analis pasar modal memprediksi kebijakan itu tak berpengaruh signifikan pada kinerja keuangan emiten rokok. Mereka menilai saham emiten rokok yaitu PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) masih layak koleksi.

Analis Samuel Sekuritas Muhammad Alfatih mengatakan pasar telah mengantisipasi kenaikan cukai rokok tahun depan. Alasannya, pemerintah memutuskan mempertahankan besaran cukai rokok tahun ini.

Terakhir kali pemerintah mengerek cukai rokok adalah tahun 2018 sebesar 10,04 persen. Walaupun naik, Gudang Garam masih mengalami kenaikan penjualan sebesar 14,89 persen dari Rp83,31 triliun menjadi Rp95,71 triliun.

HM Samporna juga mencatat pertumbuhan pendapatan sebesar 7,72 persen dari Rp99,09 triliun menjadi Rp106,74 triliun. Dengan kenaikan pendapatan itu, Gudang Garam memperoleh laba sebesar Rp7,79 triliun naik tipis 0,49 persen dari sebelumnya Rp7,75 triliun.

Sedangkan HM Sampoerna mengantongi pertumbuhan laba lebih tinggi yakni 6,85 persen dari Rp12,67 triliun menjadi Rp13,54 triliun. “Pengaruh kepada kinerja keuangan tetap ada, namun relatif kecil,” katanya kepada CNNIndonesia.com.

Ia mengatakan perseroan akan membebankan kenaikan cukai rokok pada average selling price (ASP) atau harga yang diperoleh konsumen untuk setiap produknya. Menurutnya, batas aman kenaikan cukai rokok agar tidak menggoyahkan perseroan yaitu 11 persen.

Meski harga rokok naik, sambung dia, kenaikannya tak banyak mempengaruhi permintaan rokok. Pasar rokok cenderung memiliki karakteristik khusus, yaitu inelastis. Ini ditandai dengan fakta harga rokok naik namun permintaan tak menurun malah cenderung tetap.

“Itu karena konsumen rokok relatif kurang sensitif terhadap kenaikan harga,” imbuhnya.

Ia tidak memungkiri kabar kenaikan cukai rokok menjadi sentimen negatif bagi saham-saham emiten rokok. Namun, sifatnya hanya sementara lantaran secara fundamental dua emiten rokok itu masih memiliki kinerja yang bagus. Justru, lanjut dia, koreksi harga saham bisa dimanfaatkan investor untuk memborong saham Gudang Garam dan HM Sampoerna, lantaran hargnya sudah terdiskon.

Pada perdagangan Jumat (6/9) saham Gudang Garam ditutup menguat 0,63 persen ke level Rp66.700 per saham. Dalam sepekan usai pengumuman kenaikan cukai rokok, saham dengan kode GGRM itu sudah turun 2,55 persen.

Sementara itu, saham HM Sampoerna ditutup naik 2,28 persen ke posisi Rp2.690 per saham. Dalam sepekan sahamnya terpantau stagnan.

“Menurut saya harga GGRM dan HMSP sudah priced-in (menyesuaikan) dan juga sudah di harga rendah sejak beberapa tahun terakhir,” tuturnya.

Ia memproyeksi saham GGRM dan HMSP berpeluang balik arah menguat (rebound) pekan depan. Target harga teknikal GGRM berada di rentang Rp72.500-Rp76.200 per saham sedangkan HMSP sebesar Rp3.200-Rp3.600 per saham.

Senada, Analis Anugerah Sekuritas Bertoni Rio mengatakan kenaikan cukai rokok diramalkan tidak akan menggoyahkan kinerja keuangan. Berkaca dari kenaikan cukai rokok tahun-tahun sebelumnya, imbasnya pada kinerja keuangan perseroan sangat tipis.

Namun, meski tak menekan kinerja keuangan, ia memprediksi kenaikan cukai rokok bakal membuat pertumbuhan kinerja keuangan perseroan tahun depan cenderung stagnan.

Sebagai catatan, pada semester I 2019, Gudang Garam meraup pendapatan Rp52,74 triliun naik 16,42 persen dari sebelumnya Rp45,31 triliun. Sementara itu, labanya melesat 20,43 persen dari Rp3,55 triliun menjadi Rp4,28 triliun.

Di sisi lain, HM Sampoerna menorehkan pendapatan sebesar Rp50,72 triliun naik 3,17 persen dari sebelumnya Rp49,16 triliun. Labanya pun tumbuh 10,8 persen dari Rp6,11 triliun menjadi Rp6,77 triliun.

“Setiap tahun, bayangan kenaikan cukai rokok akan membebani kinerja keungan. Dengan revisi cukai, perseroan akan membebani ke perokok,” katanya.

Ia melanjutkan emiten rokok telah mengantisipasi kenaikan cukai rokok tiap tahun. Salah satunya, dengan mengembangkan lini bisnis ke sektor lain. Dalam beberapa tahun terakhir, lanjut dia, emiten rokok sudah merambah investasi di sektor infrastruktur, properti hingga layanan keuangan digital (financial technology/fintech) guna menambah pundi-pundi uang.

“Perseroan sudah memikirkan ekspansi bisnis guna menambah pendapatan,”tuturnya.

Oleh sebab itu, ia meyakini koreksisahamGGRMdanHMSP akibat sentimen kenaikan cukai rokok hanya bersifat temporer. Ia sependapatdenganAlfatih jika kedua saham itu diprediksi kembali perkasa pekan depan. Ia merekomendasikan beli saham untuk dua saham emiten rokok itu. TargethargaGGRM sebesar Rp80 ribu per sahamdanHMSP di level Rp4.000 per saham.