Kenapa Kemenperin Ngotot Ajukan Pajak Mobil Baru 0%?

25 September 2020

detikOto, Jumat, 25 Sep 2020 16:35 WIB

 

Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan relaksasi pajak mobil baru 0% kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kemenkeu sendiri masih mempertimbangkannya dan belum ada keputusan pasti terkait wacana tersebut.

Kenapa Kemenperin ngotot ajukan relaksasi pajak mobil baru 0%? Menurut Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier, pihaknya sudah memikirkan matang-matang. Alasannya, sektor otomotif adalah salah satu penggerak ekonomi di Indonesia yang cukup besar.

“Kenapa itu penting buat kita, secara teknokratik kita sudah pikirkan, bahwa otomotif ini share terhadap PDB itu hampir sebesar 10% dari share industri. Jadi kalau sektor otomotif ini bergerak, semua bergerak. Industri ban, petani karet bergerak, industri kain yang ada di dalamnya bergerak. Dan itu ada sekitar 1,5 juta orang dari ekosistem otomotif ini bekerja di situ,” ujar Taufiek dalam wawancara dengan CNNIndonesia TV, Kamis (24/9/2020).

Jika sekitar 1,5 juta orang di industri otomotif itu tetap bekerja, kata Taufiek, mereka akan membelanjakan pendapatannya ke sektor ekonomi lainnya. Sehingga, jika industri otomotif bangkit dengan relaksasi pajak tersebut, maka ekonomi Indonesia diharapkan bergerak.

“Kalau masalah penjualan itu adalah bagian kecil. Tapi tujuan besarnya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi di masa pandemi ini. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian mengusulkan, instrumen apa yang paling tepat untuk mengungkit semua itu. Salah satunya adalah otomotif karena perannya sangat besar di ekonomi kita,” ucap Taufiek.

“Nanti akibatnya apa, pajak yang ditimbulkan dari bergeraknya ekonomi juga cukup besar. Kita hanya kehilangan sedikit tapi kita mendapatkan sesuatu yang besar, dan masyarakat mendapatkan nilai tambah dari upaya pemerintah untuk menurunkan pajak dari sektor otomotif,” tambahnya.

Usulan Kemenperin untuk relaksasi pajak mobil baru 0% demi membangkitkan industri otomotif ini bersifat sementara. Menurut Taufiek, pihaknya mengusulkan relaksasi pajak hanya sampai Desember 2020. Pajak yang diusulkan dipangkas pun hanya PPnBM, pajak daerah dan PPn. Sementara bea masuk dan PPh badan tetap.

“Jadi yang dibutuhkan di era COVID ini adalah bagaimana pembelanjaan, demand kita tingkatkan. Ini sebenarnya instrumen yang sangat strategis. Yang kita berharap Kemenkeu bisa segera mengabulkan. Karena ini juga sangat penting, kepastian sangat penting, dampak secara ekonomi juga sangat luar biasa,” ujar Taufiek.

Sambung Taufiek, masalah penjualan mobil setelah diterapkan relaksasi pajak mobil baru 0% pasti akan ikut naik. Tapi, yang paling penting dengan wacana kebijakan ini adalah semua sektor ekonomi bergerak.

“Jadi masyarakat tidak kehilangan pendapatan khususnya yang di ekosistem otomotif ini hampir 1,5 juta orang. Termasuk IKM-IKM (industri kecil dan menengah) yang di tier 1, tier 2, tier 3 itu juga bisa bekerja dan bergerak mendapatkan pendapatan dan dia akan konsumsikan pendapatan atau gaji yang mereka dapatkan ke belanja-belanja di sektor lain seperti sektor makanan minuman. Jadi semuanya mengalir. Jadi kalau ini segera dilakukan, maka pemulihan ekonomi kita, sektor otomotif bisa segera bangkit dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian kita,” tegas Taufiek.

Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menambahkan relaksasi pajak mobil baru 0% ini akan menjadi stimulus pengungkit kegiatan industri otomotif. Dengan stimulus itu, diharapkan industri otomotif bangkit lagi.

“Kalau kita lihat industri otomotif manufaktur ini adalah ibarat lokomotif, gerbongnya banyak. Kalau kemudian lokomotifnya terhambat, gerbong-gerbongnya juga akan terhambat. Kalau penjualan berjalan, produksi akan berjalan,” ujar Kukuh dalam kesempatan yang sama.

“Perlu dicatat bahwa saat ini kapasitas produksi kita 2,3 juta unit per tahun. Itu pun belum dioptimalkan dalam keadaan normal, baru sekitar 1,3 juta unit per tahun, 1,1 juta dipakai untuk penjualan domestik, 300 ribu diekspor. Ini yang harus kita jalankan supaya memperluas dan memperbanyak lapangan kerja. Sekitar 1,5 juta memang terlibat dalam sektor industri otomotif kita.”

“Sektor otomotif ini itu termasuk 10 sektor prioritas yang berkontribusi cukup besar di dalam ekspor non-migas. Tahun ini walaupun pandemi kemudian penjualan domestiknya turun, ekspornya masih cukup bisa berjalan. Ini juga patut kita jalankan walaupun juga terkena dampak karena negara-negara tujuan ekspor pun terkena dampak COVID-19,” ucap Kukuh.