Kerja Pemerintah Tak Cuma Tarik Pajak, Banyak Juga Insentif Diberikan

11 March 2019

Liputan6.com, 11 Mar 2019, 13:16 WIB

Liputan6.com, Jakarta – Pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali membahas rendahnya tax ratio Indonesia. Tetapi, Kemenkeu menegaskan bahwa pemerintah tidak hanya mengumpulkan pajak, melainkan memberikan insentif pajak dalam beragam kerangka hukum.

Tax incentive itu kan besar, kita mau nunjukin bahwa yang namanya pemerintah tak hanya mengumpulkan pajak, tetapi juga memberi insentif pajak,” jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara pada acara Maybank Economic Outlook 2019, Senin (11/3/2019) di Jakarta.

Dalam pidatonya, ia menampilkan bermacam jenis insentif pajak yang diberikan pemerintah. Ada jenis insentif yang umum dan ada pula untuk kawasan tertentu.

Ia mencontohkan seperti tax holidaytax allowanceimport dutytax exemption, import duties borne by government dan import duty exemption facilities, yang ditujukan untuk semua sektor. Kemudian, ada insentif pajak untuk sektor spesifik seperti migas dan local incorporated bank, serta untuk zona khusus seperti kawasan berikat.

Suahasil menjelaskan, estimasi Kementerian Keuangan mencatat pemerintah kehilangan penghasilan pajak sebesar Rp 143,4 Triliun di tahun 2016 dan Rp 154,4 triliun di tahun 2017 karena beragam insentif pajak tersebut. Itu setara 1,15 persen dan 1,14 persen GDP Indonesia.

Mengingat angka tax ratio Indonesia yang masih rendah, Suahasil pun menyarankan bahwa seharusnya tax ratio dapat disesuaikan berdasarkan besar persenan hasil tax incentive.

“Harusnya, kita 11,5 persen kalau tax incentive 1,1 persen, yang 11,5 tambah 1,1 persen,” jelas Suahasil.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pemungutan pajak pada 2019 ini dilakukan secara hati-hati. Meski target penerimaan pajak tahun ini dinilai cukup berat.

Dia mengungkapkan, pada 2019, pemerintah menargetkan penerimaan pajak mencapai Rp 1.786 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dari target 2018 yang sebesar Rp 1.454,5 triliun.

“Tahun ini kami akan mengumpulkan penerimaan sesuai dengan UU APBN untuk pajak Rp 1.786 triliun lebih, jadi ini suatu target yang memang berat tetapi kita akan lakukan dengan hati-hati, karena masyarakat dan kondisi ekonomi selalu mengharapkan pemerintah berhati-hati dalam memungut pajak,” ujar dia di Bundaran HI, Jakarta, pada Minggu 3 Maret 2019.

Menurut Sri Mulyani, pajak sangat diperlukan oleh negara dalam rangka mendorong pembangunan, baik secara fisik maupun sumber daya manusia (SDM).

“Di satu sisi ini kewajiban, di sisi lain dia alat untuk membangun berbagai kebutuhan masyarakat, dari pendidikan, kesehatan, infrastruktur, bahkan sampai kepada gaji dan berbagai upaya kita untuk meningkatkan SDM kita semua menggunakan uang pajak,” kata dia.

Namun demikian, lanjut Sri Mulyani, pihaknya tidak ingin masyarakat melihat pajak sebagai sebuah beban. Melainkan bentuk kontribusi warga negara terhadap pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.

“Jadi di satu sisi kami akan memberikan edukasi, informasi, kemudahan, kami juga akan memberikan pelayanan yang semakin baik, bahkan insentif pajak. Sehingga masyarakat dan pelaku ekonomi melihat pajak secara seimbang. Jadi kami akan terus melaksanakan tugas ini secara hati-hati, dan bertanggung jawab, mengumpulkan pajak, memberikan penjelasan dan juga menjaga integritas dari seluruh jajaran dan sistemnya,” tandas dia.