KPK Selesaikan Penyidikan Suap Restitusi Pajak PT WAE

24 January 2020

CNN Indonesia | Jumat, 24/01/2020 02:27 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelesaikan penyidikan terhadap tersangka suap restitusi pajak, Komisaris PT Wahana Auto Eka Marga (WAEDarwin Maspolim. Lembaga antirasuah itu telah melimpahkan berkas perkara, barang bukti, dan tersangka ke tahap II atau penuntutan.

“Tim JPU [Jaksa Penuntut Umum] telah melaksanakan pelimpahan perkara, barang bukti dan tersangka DM [Darwin Maspolim] ke Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat,” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (23/1) malam.

Dalam perkara ini Darwin ditetapkan sebagai tersangka bersama empat orang lain. Mereka adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga Kanwil Jakarta Khusus sekaligus Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Yul Dirga (YD), dan Supervisor Tim Pemeriksa Pajak PT WAE di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga, Hadi Sutrisno (HS).

Kemudian, dua orang lainnya yaitu Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT WAE, Jumari (JU) dan Anggota Pemeriksa Pajak PT WAE, M. Naif Fahmi (MNF).

Saut Situmorang, Wakil Ketua KPK saat itu, menjelaskan, kasus ini bermula pada saat PT WAE menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan tahun 2015 dengan mengajukan restitusi sebesar Rp5,03 miliar.

Kantor Pelayanan Pajak PMA Tiga melakukan pemeriksaan lapangan terkait pengajuan restitusi tersebut. Dalam tim tersebut Hadi Sutrisno sebagai supervisor, Jumari sebagai Ketua Tim dan M. Naif Fahmi sebagai anggota Tim yang ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan tersebut.

Dari hasil pemeriksaan itu, Hadi Sutrisno menyampaikan kepada PT WAE bahwa mereka tidak lebih bayar melainkan kurang bayar. Hadi lantas menawarkan bantuan untuk menyetujui restitusi dengan imbalan di atas Rp1 miliar.

Darwin Maspolim selaku Komisaris PT WAE menyetujui permintaan tersebut. Saut mengatakan pihak PT WAE pun mencairkan uang dalam dua tahap dan menukarkannya dengan bentuk valuta asing dollar Amerika Serikat.

“Pada April 2017 terbit Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan yang menyetujui restitusi sebesar Rp4,59 Miliar. SKPLB tersebut ditandatangani oleh Tersangka YD sebagai Kepala KPP PMA Tiga,” kata Saut.

Saut melanjutkan sekitar awal Mei 2017, salah satu staf PT WAE menyerahkan uang kepada tersangka Hadi di parkiran sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Barat sebesar US$73.700. Uang itu pun yang dikemas dalam sebuah kantong plastik berwana hitam.

“Uang tersebut kemudian dibagi HS pada YD, Kepala KPP PMA Tiga dan Tim Pemeriksa, yaitu: JU dan MNF sekitar US$18,425 per-orang,” kata Saut.

PT WAE pun kembali menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan tahun 2016 dengan mengajukan restitusi sebesar Rp2,7 miliar. Sebagai tindak lanjut, Yul Dirga menandatangani surat pemeriksaan lapangan dengan Hadi sebagai salah satu tim pemeriksa.

Pada saat proses klarifikasi, Hadi memberitahukan pihak PT WAE bahwa terdapat banyak koreksi. Seperti pada SPT Tahunan PPn WP Badan 2015, PT WAE ternyata masih kurang bayar, bukan lebih bayar.

Hadi pun kembali mengajukan bantuan dengan meminta uang senilai Rp1 miliar kepada PT WAE. Kali ini permintaan Hadi tidak langsung disetujui pihak PT WAE.

Alhasil, Hadi membicarakan negosiasi fee dengan Yul Dirga. Akhirnya disepakati Komitmen fee sejumlah Rp800 juta. Pihak PT WAE kembali menggunakan sarana money changer untuk menukar uang suap itu menjadi Dollar Amerika Serikat.

“Pada Juni 2018 terbit Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan yang ditandatangani oleh Tersangka YD, menyetujui restitusi sebesar Rp2,77 miliar,” kata Saut.

Dua hari kemudian, pihak PT WAE menyerahkan uang senilai US$57.500 pada Hadi di toilet pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Uang tersebut kemudian dibagi Hadi kepada Tim Pemeriksa Jumari, dan M. Naif Fahmi selaku anggota timnya.

Masing-masing mendapatkan duit sekitar US$13.700. Sementara itu Yul Dirga, Kepala KPP PMA Tiga mendapatkan US$14.400.

Atas perbuatannya, Darwin sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.