Loyonya pertumbuhan kredit perbankan ikut menyeret penerimaan pajak

23 September 2020

Kontan, Rabu, 23 September 2020 / 15:34 WIB

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pertumbuhan kredit perbankan masih belum bergairah seiring dengan dampak pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19). Hal tersebut turut memengaruhi penerimaan pajak bila dilihat dari jenis bidang usaha.

Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatat, sampai dengan akhir Agustus 2020 realisasi penerimaan pajak dari sektor jasa keuangan dan asuransi sebesar Rp 102,38 triliun. Angka tersebut lebih rendah 5,5% dibandingkan dengan pencapaian di periode sama tahun lalu yakni Rp 108,33 triliun.

Benar saja, laju pertumbuhan kredit perbankan di tengah pandemi Covid-19 makin seret. Hal itu setidaknya tercermin dari catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2020 total kredit perbankan hanya tumbuh 1,53% secara year on year (yoy) menjadi Rp 5.536,17 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan pajak di jasa keuangan mulai terpukul oleh perlambatan kredit dan penurunan suku bunga. Hal ini seiring dengan permintaan debitur yang menurun.

Menkeu bilang pada Agustus lalu pertumbuhan penerimaan pajak dari sektor jasa keuangan dan asuransi kontraksi 20,3%  month to month (mtm). Ini sudah menjadi tren buruk sejak beberapa bulan.

Sebab, di Juli 2020 pertumbuhannya sudah minus 6,88% mtm, dan di kuartal II-2020 negatif 6,76% year on year (yoy). Sementara di kuartal I-2020 pertumbuhan penerimaan pajak sektor keuangan dan asuransi masih positif yakni 2,65%.

“Sampai Agustus untuk jasa keuangan bahkan kita lihat yoy sekarang negatif , setelah tahun lalu mengalami ekspansi. Dan ini juga musti kita waspadai, karena kuartal I-2020 masih positif untuk jasa keuangan. Ini yang musti kita waspadai untuk sektor jasa keuangan,” kata Menkeu Sri Mulyani, Selasa (22/9).

Di sisi lain, Sri Mulyani bilang pemerintah sudah mengeluarkan berbagai kebijakan guna menstimulus kredit perbankan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Misalnya program penempatan dana pemerintah di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) dengan masing-masing total dana sebesar Rp 30 triliun dan Rp 11,5 triliun.

Bahkan, pemerintah akan melanjutkan penempatan dana tidak hanya di Himbara atau BPD penerima sebelumnya. Adapun bunga yang dipatok pemerintah adalah sebesar 2,82% dengan pertimbangan suku bunga Bank Indonesia (BI) tiga bulan (BI3MRR) sebesar 3,82% dikurangi 1%.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perbendaharaan Kemenkeu Andin Hadiyanto menyampaikan selain empat Himbara yang sudah lebih dulu, ada empat BPD yang akan menerima penempatan dana pemerintah yakni Bank Jambi, Bank Sematera Utama, Bank Sulawesi Selatan dan Barat, dan Bank Kalimantan Barat.

Kemudian bank syariah antara lain PT Bank BRIsyariah Tbk (BRIS), PT Bank Mandiri Syariah, dan PT Bank BNI Syariah. Kendati demikian, Andin menyampaikan, pemerintah belum bisa memastikan berapa dana yang akan ditaruh di bank-bank tersebut.