Melihat macam-macam instrumen investasi agar bebas pajak dividen

02 March 2021

Selasa, 02 Maret 2021

KONTAN.CO.ID –  JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah menetapkan kriteria instrumen investasi sebagai syarat mendapatkan pembebasan pajak penghasilan (PPh) atas dividen. Tujuannya untuk mempertebal perputaran dana investor di dalam negeri.

“Ini mendorong, memberikan support kepada para pemilik dana agar produktif atas produk investasi dalam negeri. Jadi melalui Omnibus Law ini, kemudahan berusaha diberikan, kemudian dananya (dividen) diberikan insentif, kalau mengganggur dia kena pajak. Sehingga dana-dana bisa jadi lebih produktif,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Beleid telah ditandatangani Sri Mulyani dan mulai efektif berlaku per tanggal 17 Februari 2021.

Adapun pengecualian dari objek PPh berlaku untuk dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi. Selain itu, dividen yang berasal dari luar negeri yang diterima oleh wajib pajak. Ketentuan ini juga berlaku untuk WP Badan.

Namun, untuk mendapatkan insentif PPh dividen, para investor yang merupakan wajib pajak itu, mesti menanamkan modalnya paling sedikit sebanyak 30% dari laba setelah pajak. Pasal 35 PMK 18/2021 lebih lanjut membeberkan ada 12 instrumen investasi yang telah ditetapkan pemerintah.

Pertama, dalam bentuk surat berharga negara (SBN) dan surat berharga syariah negara (SBSN). Kedua, obligasi atau sukuk BUMN yang perdagangnya diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketiga, obligasi atau sukuk lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah.

Keempat, investasi keuangan pada bank persepsisatu termasuk bank syariah. Kelima, obligasi atau sukuk perusahaan swasta yang diwasi OJK. Keenam, investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha.

Ketujuh, investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah. Kedelapan, penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham.

 

Kesembilan, penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan. Kesepuluh, kerja sama dengan lembaga pengelola investasi. Kesebelas, penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil. Kedua belas, bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Lebih lanjut, PMK 18/2021 mengklasifikasikan dua belas instrumen investasi tersebut ke dalam dua bentuk. Pertama, ketentuan untuk poin pertama hingga kelima, dan kedua belas ditempatkan pada instrumen investasi pasar keuangan.

Menkeu mengatur instrumen investasi pasar keuangan yang dimaksud antara lain efek bersifat utang, termasuk medium term notes, sukuk, saham, unit penyertaan reksa dana, efek beragun aset, unit penyertaan dana investasi real estat, deposito, tabungan, dan giro.

Selain itu, dalam bentuk kontrak berjangka yang di perdagangkan di bursa berjangka di Indonesia, dan/atau instrumen investasi pasar keuangan lainnya termasuk produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, atau modal ventura, yang mendapatkan persetujuan OJK.

Kedua, ketentuan untuk poin keenam hingga kesebelas, ditempatkan pada instrumen investasi di luar pasar keuangan. Adapun bentuk instrumen investasinya yakni investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha, investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah.

Kemudian investasi pada properti dalam bentuk tanah dan/atau bangunan yang didirikan di atasnya, investasi langsung pada perusahaan di wilayah NKRI, investasi pada logam mulia berbentuk emas batangan atau lantakan, kerja sama dengan lembaga pengelola investasi.

Lalu, penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil di dalam wilayah NKRI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di UMKM, serta bentuk investasi lainnya di luar pasar keuangan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun holding periode reinvestasi ini berlangsung selama tiga tahun, dengan ketentuan akhir bulan ketiga untuk wajib pajak orang pribadi, dan bulan keempat untuk wajib pajak badan setelah tahun pajak berakhir, untuk tahun pajak diterima atau diperolehnya dividen atau penghasilan lain.