Membedah Setoran Pajak Saat Pandemi: Dari -19% Sampai Positif

27 July 2021

NEWS – Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia

 

27 July 2021

Jakarta, CNBC Indonesia – Pandemi Covid-19 membuat pemerintah harus bekerja keras agar ekonomi tetap berjalan di tengah mobilitas yang harus dibatasi. Aktivitas ekonomi yang tidak sepenuhnya berjalan, membuat penerimaan pajak di masa pandemi ikut terperosok.

Sebelum adanya pandemi saja, Indonesia masih belum mampu mencapai maksimum target penerimaan pajak, padahal berbagai kebijakan dan fasilitas pemerintah diklaim sudah ditingkatkan.

Di tengah pandemi Covid-19 sekarang ini yang belum dapat dipastikan kapan akan berakhir tentu mempengaruhi realisasi penerimaan pajak. Terbukti terjadi di sepanjang tahun lalu tatkala pandemi Covid-19 mulai masuk ke Indonesia.

Penerimaan pajak pada 2020 anjlok cukup dalam. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang membuat ekonomi mati suri membuat setoran pajak ambles.

Total penerimaan pajak 2020 tercatat Rp 1.070 triliun. Angka ini adalah 89,3% dari target yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 72/2020 sebesar Rp 1.198,8 triliun. Dibandingkan dengan realisasi 2019, ada penurunan 19,7%.

Jika dibedah, lebih rinci lagi, penerimaan negara setiap bulan di tahun 2020 silam selalu menurun. Misalnya penerimaan negara pada Januari-Maret 2020, penerimaan pajak hanya mencapai Rp 241,61 triliun atau hanya 14,71% dari target APBN 2020 yang sebesar Rp 1.642,57 triliun. Penurunannya mulai lebih kecil dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 5%.

Kemudian penerimaan pajak hingga akhir April 2020, tercatat turun 3,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Realisasinya senilai Rp 376,7 triliun atau 30% dari target APBN 2020 yang sudah diubah menjadi Rp 1.254,1 triliun.

Realisasi penerimaan pajak hingga akhir Mei 2020 masih tercatat turun 10,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan tersebut tercatat makin dalam dibandingkan dengan akhir bulan sebelumnya 3,1%.

Realisasi penerimaan pajak hingga akhir Mei 2020 senilai Rp 444,6 triliun atau 35,4% terhadap target APBN 2020 yang sudah diubah sesuai Perpres No. 54 /2020 senilai Rp1.254,1 triliun.

Adapun realisasi penerimaan pajak hingga akhir Juni 2020 senilai Rp 531,7 triliun atau 44,4% terhadap target APBN 2020 yang sudah diubah sesuai Perpres No. 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sepanjang semester I-2020 penerimaan pajak mencapai Rp 531,8 triliun, terkoreksi 12% year on year (yoy) di mana pada periode sama tahun lalu sebesar Rp 604,3 triliun.

Bila dibedah, setiap bulannya pada Januari-Juni 2020, penerimaan pajak tidak pernah tumbuh. Pada Juni lalu misalnya, pendapatan pajak hanya terealisasi Rp 87,2 triliun. Angka tersebut kontraksi 0,17% yoy atau lebih rendah dari pada Juni tahun lalu sebesar Rp 105,8 triliun.

Saat itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR, Kamis (9/7/2021) mengungkapkan ada empat penyebab penerimaan pajak di Semester I-2020 mengalami kontraksi.

Pertama, tekanan aktivitas usaha akibat pembatasan sosial pada kondisi pandemi Covid-19 berdampak pada kontraksi penerimaan pajak.Kedua, Dampak perlambatan ekonomi dan pemanfaatan insentif pajak terlihat pada pertumbuhan negatif pada hampir seluruh jenis penerimaan pajak.

Ketiga, kontraksi juga terlihat pada setoran pajak dari sektor utama perekonomian sebagai dampak perlambatan ekonomi dan turunnya harga komoditas.

“Keempat, insentif fiskal Covid-19 dalam rangka program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mulai dimanfaatkan dan juga adanya restitusi pajak yang dipercepat turut mempengaruhi rendahnya penerimaan pajak pada semester I-2020,” ujar Sri Mulyani kala itu.

Dari data realisasi APBN tahun 2020, realisasi penerimaan pajak tercatat sebesar Rp1.072,1 triliun atau terkontraksi 19,6% dibandingkan realisasi tahun 2019.

Realisasi penerimaan pajak 2020 tersebut 89,4% dari target APBN dari Perpres 72 atau terdapat shortfall berkisar Rp 126,7 triliun. Faktor shortfall tersebut, memiliki andil terhadap membengkaknya realisasi pembiayaan anggaran sebesar Rp945,8 triliun atau naiknya defisit anggaran menjadi 6,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Penerimaan pajak di tahun ini sebenarnya mulai mengalami perbaikan seiring dengan mulai kembalinya aktivitas masyarakat.

Setiap bulannya, penurunan penerimaan pajak di tahun 2021 sudah mulai ciut alias mulai tumbuh secara perlahan. Di Januari misalnya, penerimaan pajak Januari 2021 mengalami penurunan 15,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Kontraksi penerimaan tersebut, diklaim Sri Mulyani sebagai dampak berlanjutnya pelemahan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Realisasi penerimaan pajak hingga akhir Januari 2021 tercatat senilai Rp 68,5 triliun atau baru mencapai 5,6% terhadap target Rp1.229,6 triliun.

 

Kemudian, realisasi penerimaan pajak hingga akhir Februari 2021 terkontraksi 4,8% dibandingkan dengan kinerja pada periode yang sama tahun lalu. Kontraksi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan posisi akhir Januari 2021 yang minus 15,3%.

Pada April 2021, Kemenkeu mencatat realisasi penerimaan pajak hingga April 2021 masih mengalami kontraksi 0,5%. Kontraksi tersebut sudah lebih kecil dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2021 yang minus 5,6%.

Adapun, pada sejak Januari-April 2021 penerimaan pajak sudah mencapai Rp 374,9 triliun atau 30,94% terhadap target APBN senilai Rp1.229,6 triliun atau mengalami kontraksi 0,46% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Nah, di bulan Mei 2021, penerimaan pajak sudah mulai mengalami pertumbuhan positif 3,4% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan pertumbuhan ini juga sudah sangat berbanding terbalik dari posisi akhir April 2021 ketika penerimaan pajak masih minus 0,5%.

Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan pajak pada semester I-2021 sudah mengalami perbaikan dan tumbuh positif dibandingkan dengan tahun lalu. Hingga akhir Juni penerimaan pajak sudah terkumpul Rp 557,8 triliun atau tumbuh 4,9%.

Kinerja penerimaan pajak yang mulai cemerlang ini didorong oleh pemulihan aktivitas ekonomi dan peningkatan harga komoditas yang mendorong aktivitas produksi, konsumsi serta perdagangan internasional.

Pada tahun lalu, di periode yang sama, penerimaan pajak tercatat sebesar Rp 531,8 triliun atau terkontraksi minus 12%. Sebab, pandemi Covid-19 pertama kali muncul pada akhir kuartal I-2020 dan menekan perekonomian terdalam pada kuartal II-2020.

Penerimaan pajak hingga semester I-2021 ini utamanya ditopang oleh PPN impor yang tercatat Rp 85,8 triliun atau tumbuh hingga 20,9% (yoy). Kemudian PPh pasal 26 yang tercatat Rp 32 triliun atau tumbuh 17,9% (yoy).

Berdasarkan sektor usaha yang mendorong penerimaan pajak paling dominan adalah informasi dan komunikasi yang tumbuh 15,8% setelah tahun lalu minus 0,5%. Begitu juga sektor perdagangan yang tumbuh 11,4% setelah tahun lalu minus hingga 13,4%.

Sementara itu sektor pertambangan masih terkontraksi. Meski demikian kontraksinya sudah lebih baik yakni minus 8,1% dibandingkan dengan tahun lalu minus hingga 36,4%.