PAJAK DIGITAL, Aturan Turunan Dirumuskan

26 April 2021

BisnisIndonesia, Senin, 26/04/2021 02:00 WIB
Bisnis, JAKARTA – Setelah menunda cukup lama, pemerintah akhirnya mulai merumuskan skema
mengenai implementasi pajak penghasilan bentuk usaha tetap dengan mengacu pada UU No. 2/2020
tentang Penetapan Perppu No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
Beleid yang diundangkan pada tahun lalu itu memang mengakomodasi sejumlah ketentuan terkait
dengan Pajak Penghasilan (PPh) atas Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang memiliki kehadiran ekonomi di
Indonesia.
Pajak Transaksi Elektronik (PTE) dikenakan atas transaksi penjualan barang dan/atau jasa dari luar
Indonesia melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) kepada pembeli atau pengguna di
Indonesia yang dilakukan oleh subjek pajak luar negeri, baik secara langsung maupun melalui PPMSE
luar negeri.
Sumber Bisnis mengatakan, saat ini otoritas fiskal tengah menyusun aturan turunan dari UU No. 2/2020
tersebut. “Memang saat ini belum selesai aturan turunannya. Akan tetapi terus disiapkan ,” katanya
pekan lalu.
Ada dua catatan yang mendasari mendesaknya penyusunan aturan turunan mengenai PPh ekonomi
digital itu. Pertama, lolosnya Indonesia dalam investigasi pajak digital yang dilakukan oleh Amerika
Serikat (AS) melalui United States Trade Representative (USTR).
Fakta tersebut menguatkan posisi Indonesia untuk menegakkan kedaulatan pajak. Memang, pemerintah
berkomitmen untuk menunggu konsensus yang tengah difasilitasi oleh Organisation for Economic
Cooperation and Development (OECD).
Namun tidak ada salahnya jika pemerintah menyiapkan rancangan aturan terlebih dahulu sembari
menunggu konsensus tercapai.
Kedua, polemik baru yang muncul terkait dengan batasan omzet margin operasional perusahaan yang
menjadi sasaran PPh ekonomi digital. Sejauh ini besaran batasan omzet masih belum diputuskan.
Peristiwa terbaru melibatkan Amazon.com Inc. di mana perusahaan itu mencatatkan margin operasional
yang sangat kecil. Adapun AS mengusulkan hanya perusahaan dengan margin operasional besar saja
yang dipungut PPh atas ekonomi digital. (Bisnis, 22/4).
Laporan keuangan Amazon dan respons Pemerintah AS itu memicu kembali polemik pembahasan
konsensus pajak digital. Dengan kata lain, masa depan konsensus makin tak pasti, sehingga sudah
selayaknya pemerintah menyiapkan aturan teknis secara mandiri.Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan
Neilmaldrin Noor mengatakan memang belum ada aturan turunan dari UU No. 2/2020 terkait dengan
pengenaan PPh terhadap BUT.
Pemerintah hanya menerbitkan PP No. 30/2020 tentang penurunan tarif PPh bagi wajib pajak badan
dalam negeri yang berbentuk perseroan terbatas (PT) sebagai aturan turunan dari UU No. 2/2020.
Dalam PP tersebut diatur persyaratan penurunan tarif PPh bagi PT.
“Dalam PP tersebut juga menyebut BUT, yaitu pasal 2 tentang penyesuaian tarif menjadi 22% untuk
tahun 2020 dan 2021, dan 20% untuk tahun 2022. Namun aturan yang mengatur secara detil tentang
BUT memang belum ada,” ujarnya saat dihubungi Bisnis.
Menanggapi munculnya polemik baru yang ditimbulkan oleh Amazon dan usulan AS tersebut, termasuk
rencana penuntasan rumusan aturan yang tengah dibahas, Neil tidak bersedia menjawab secara tegas.
“Nanti kalau memang sudah ada informasi terkait turunan yang detail akan kami sampaikan lagi.”
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto berpendapat konsensus global
menghadapi tekanan berat, karena melibatkan banyak negara. Tidak salah jika pemerintah
berkomitmen untuk menunggu konsensus. Akan tetapi, otoritas fiskal tak lantas diam. Pemerintah perlu
mengejawantahkan UU No. 2/2020 dalam bentuk aturan teknis.
“Memang perlu juga disiapkan aturan pelaksanaannya kalau memang nanti memungut pajak elektronik.
Kita juga harus memungut PPh,” tegasnya.
Penerapan PPh secara sepihak ini, kata Wahyu, merupakan bentuk dari unilateral meassure yang
diterapkan banyak negara. Sebagai negara berdaulat, Indonesia juga wajib menghitung batas toleransi
terwujudnya konsensus global.
“Jadi yang perlu disiapkan adalah bagaimana aturan pelaksanaannya yang jelas, bagaimana PMSE
diterapkan, besarannya, dan kriterianya.