Pajak Karbon Molor, Tanda RI Gak Serius Hadapi Ancaman Ngeri!

14 October 2022

NEWS – Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia

14 October 2022

Jakarta, CNBC Indonesia – Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyesalkan keputusan pemerintah yang akhirnya menunda implementasi pajak karbon untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

Padahal pajak karbon menjadi instrumen penting dalam upaya Indonesia menghadapi ancaman ngeri dalam hal ini adalah perubahan iklim. “Dengan mundurnya penerapan pajak karbon pemerintah sebenarnya tidak konsisten dalam mendorong mitigasi perubahan iklim,” ujar Bhima kepada CNBC Indonesia, Jumat (14/10/2022).

Ia pun bingung dengan sikap pemerintah yang akhirnya menunda implementasi pajak karbon. Apalagi penerapannya mundur dari yang rencananya tahun ini menjadi ke 2025.

Padahal dari sisi tarif, Indonesia termasuk yang paling rendah di dunia. Dengan begitu, maka pajak karbon yang diterapkan ke PLTU tidak akan berdampak terhadap harga jual listrik ke tingkat konsumen.

Di samping itu, penerapan pajak karbon juga dapat menjadi insentif bagi PT PLN untuk mengembangkan sumber energi terbarukan. Logika dari kebijakan pajak karbon adalah memungut pajak dari penyumbang emisi karbon kemudian hasil dananya dikembalikan ke sektor yang bisa menurunkan emisi karbon.

“Dilihat dari logika tadi yang untung dari pajak karbon justru pembangkit EBT termasuk PLN dengan catatan ada realisasi pembangunan EBT yang masif dari PLN,” ujarnya.

Terpisah, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi memandang penundaan pajak karbon mengindikasikan bahwa Menteri Keuangan tidak sepenuhnya mendukung komitmen Presiden Jokowi dalam transisi energi. Indikasi kedua adanya kekuatan lobi oligarki yang sangat kuat sehingga dapat menunda pajak karbon hingga 2025.

“Mestinya pajak karbon jangan ditunda agar pengusaha melakukan transformasi ke energi bersih. Kalau sudah terlanjur ditunda sebaiknya pada pada pertengahan 2023 harus diberlakukan,” katanya.

Seperti diketahui, pemerintah akhirnya menunda penerapan pajak karbon. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan penerapan pajak karbon akan berlaku pada 2025.

“Untuk merealisasikan komitmen menurunkan emisi gas rumah 2060 atau lebih cepat dan yang diterapkan awal adalah perdagangan karbon maupun pajak karbon yang ditargetkan akan berfungsi di tahun 2025,” jelas Airlangga dalam pembukaan Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2022, Jakarta, Kamis (13/10/2022).

Penundaan pajak karbon ini, merupakan penundaan yang kesekian kali setelah pada akhir 2021 pemerintah berencana mengimplementasikan pajak karbon yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan mulai 1 April 2022. Saat itu, pemerintah berdalih implementasi diundur untuk menunggu kesiapan mekanisme pasar karbon.