PELANGGARAN PERPAJAKAN, Transaksi Gelap Tak Jua Lenyap

01 August 2022

BisnisIndonesia, Senin, 01/08/2022 02:00 WIB

Bisnis, JAKARTA — Belum maksimalnya kinerja pengawasan oleh otoritas pajak menjadi penyebab utama masih maraknya praktik tindak pidana di bidang perpajakan sepanjang tahun berjalan 2022.n

Hal itu tecermin dalam laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencatat bahwa ‘transaksi hitam’ di bidang perpajakan belum mampu diredam

PPATK dalam Buletin Statistik Anti Pencucian Uang Juni 2022 mencatat, hasil analisa berdasarkan dugaan tindak pidana asal pada tahun ini didominasi oleh perpajakan yakni sebanyak 99 hasil analisa atau 23,9%.

Secara total, jumlah indikasi tindak pidana perpajakan pada semester pertama tahun ini mencapai 3.680 dugaan.

Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sektor keuangan lainnya. (Lihat infografik).

Jumlah itu juga hampir menyamai realisasi laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) di bidang perpajakan sepanjang tahun lalu yang tercatat mencapai 4.641 laporan.

Data ini makin mengonfirmasi bahwa aspek pengawasan yang sejatinya merupakan salah satu fungsi dari Ditjen Pajak Kementerian Keuangan belum mampu dijalankan dengan maksimal.

Dalam kaitan ini, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan pemerintah tengah menyiapkan instrumen untuk menangkal berbagai aksi pencucian uang di seluruh sektor, termasuk perpajakan.

Mekanisme yang disusun salah satunya melalui keanggotaan Indonesia dalam Financial Action Task Force (FATF).

“Kami juga akan terus melakukan koordinasi, kolaborasi, serta sinergi antarpemangku kepentingan untuk mengantisipasi berbagai modus pencucian uang,” kata Ivan, pekan lalu.

Sekadar informasi, kategorisasi transaksi keuangan mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan atau terkait.

Kategori lain adalah transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

Temuan oleh PPATK ini dikantongi setelah menghimpun sejumlah data serta laporan dari berbagai sumber.

Adapun, pihak pelapor yang wajib melaporkan ke PPATK adalah penyedia jasa keuangan, seperti perbankan, asuransi, perusahaan efek, maupun penyedia barang dan jasa lainnya.

Sementara itu, pemerintah berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan guna mengoptimalisasi penerimaan pajak.

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, selain meningkatkan kinerja pengawasan, keanggotaan Indonesia dalam FATF juga menjadi salah satu alat untuk mendongkrak kredibilitas sistem keuangan.

Termasuk di dalamnya adalah penguatan monitoring sehingga mampu menutup celah tindak pidana di bidang perpajakan.

“Pencegahan tindak pidana yang kami lakukan erat kaitannya dengan dukungan implementasi pencegahan tindak pidana pencucian uang,” jelas Suryo.

Sistem perpajakan nasional memang amat rentan terhadap praktik tindak pidana pencucian uang.

PAJAK KARBON

PPATK pun terus menyoroti beragam skema pajak yang berpotensi memunculkan celah praktik pencucian uang, salah satunya adalah pajak karbon.

Berdasarkan catatan PPATK, ancaman korupsi pada pajak karbon berpotensi terjadi pada semua tahapan, mulai dari tahapan development policy sampai dengan implementation policy atas pajak karbon yang berdampak pada kerugian negara.

Alarm dari lembaga tersebut dinyalakan dengan berkaca pada kondisi Jerman dan Prancis, dua negara Eropa yang menghadapi ancaman kejahatan carbon fraud atau carbon scam.

Secara konkret, celah pelanggaran yang muncul dari implementasi pajak karbon, di antaranya tahapan penyusunan kebijakan, manipulasi data emisi, penggelapan pajak, dan pendapatan pajak.

Selain itu, pajak karbon juga menjadi salah satu alat penghindaran pajak dengan melakukan aksi penyembunyian dan penyamaran melalui sektor jasa keuangan.

Menanggapi hal ini, pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono mengatakan bahwa perpajakan memang menjadi sektor yang paling rawan dilanggar oleh wajib pajak.

Menurutnya, tidak jarang wajib pajak melakukan berbagai upaya untuk melakukan pengelakan atau penghindaran kewajiban perpajakannya.

Salah satunya adalah dengan melakukan pencucian uang sehingga mampu mengakali kewajiban perpajakan yang seharusnya dibayarkan ke pemerintah.

“Pencucian uang yang paling rawan , karena berkaitan dengan tindak pidana korupsi dan pelakunya jauh lebih banyak serta beragam,” ujarnya.