Pemerintah Diminta Lakukan Ini buat Naikkan Penerimaan Pajak

04 December 2020

detikFinance, Jumat, 04 Des 2020 18:16 WIB

Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai ada 2 penyebab yang membuat rasio pajak di Indonesia masih rendah. Salah satunya karena ketidakberanian pemerintah melakukan penyidikan-penyidikan pasca diberlakukannya tax amnesty (pengampunan pajak).

“Karena janjinya kan pasca tax amnesty ada penegakan aturan perpajakan sehingga mereka yang belum ikut tax amnesty khususnya perorangan yang kaya kemudian juga yang punya harta di luar negeri dan juga korporasi misalnya, ini yang seharusnya dilakukan penyidikan sehingga ada kenaikan pendapatan pajak,” kata Bhima kepada detikcom, Jumat (4/12/2020).

Pengampunan pajak sendiri telah berakhir sejak akhir Maret 2020 lalu. Sebagaimana yang pernah diungkap Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi bahwa setelah program amnesti pajak berakhir, maka DJP akan melakukan penegakan hukum terhadap wajib pajak yang belum mendeklarasikan hartanya.

DJP akan menerapkan penegakan hukum sesuai dengan Pasal 18 ketentuan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Wajib pajak yang selama ini menolak membereskan catatan perpajakan masa lalu dengan mengikuti program amnesti pajak akan menghadapi risiko pengenaan pajak dengan tarif serta sanksi atas harta yang tidak diungkap dan kemudian diketahui oleh otoritas.

Sayangnya, menurut Bhima DJP kurang serius menerapkan penegakan hukum tersebut.

“Ini tidak dilakukan dengan serius padahal kita sudah memiliki data tax amnesty sebagai basis kemudian juga ada automatic action tax information atau pertukaran data perpajakan jadi ini karena pemerintahnya saja tidak mampu untuk meningkatkan kepatuhan pajak bagi orang-orang kaya,” sambungnya.

Selain itu, yang jadi masalah bagi rasio pajak dalam negeri adalah terlalu banyaknya insentif yang diberlakukan. Hal ini kemudian membuat transparansi menjadi berkurang untuk itu, pemerintah diminta bisa mengurangi insentif-insentif tersebut.

“Insentif-insentif misalkan tax holliday, tax allowance, sehingga pasca pemberian insentif-insentif ini transparansinya kurang kemudian dampak dari insentif pajak terhadap perekonomian ini diragukan efeknya,” timpalnya.

Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menambahkan hal lain yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan memperbaiki citra pajak dengan masif.

“Tentu membangun image pajak itu sendiri, artinya pajak itu harus diarahkan untuk mendorong pembangunan yang lebih masif itu bisa dilakukan kalau pemerintah mendorong penerimaan dari pajak,” katanya.

Bisa juga dengan memberi penghargaan atau reward secara rutin kepada wajib pajak yang rutin membayar pajak atau bagi pembayar pajak tertinggi di Indonesia.

“Pemerintah perlu mendorong sosialisasi terkait penggunaan pajak, kalau perlu misalnya ada anugerah gitu ya bukan hanya pembayar pajak yang tinggi, tapi juga pembayar pajak yang patuh misalnya yang istilahnya memberikan kontribusi positif lah,” tambahnya.

Hal lain yang bisa dilakukan, tambahnya adalah menaikkan tarif pajak bagi orang pribadi yang berpenghasilan tinggi.

“Kemudian juga bagaimana menarik pajak dari orang kaya yang sudah membayar tarif pajak di sini dengan tarif pajak yang relatif lebih tinggi karena Indonesia itu sekarang tarif pajak tertinggi untuk orang pribadi itu baru 30%, banyak studi menilai tarif ini sebenarnya masih rendah artinya harus ditingkatkan,” imbuhnya.