Pemerintah Siapkan Konsep Pemajakan untuk E-Commerce Cross Border

16 January 2019

Bisnis.com, 16 Januari 2019 21:21 WIB

Bisnis.com, JAKARTA — Setelah menetapkan mekanisme perlakuan perpajakan bagi e-commerce lokal, pemerintah telah mematangkan konsep pengenaan pajak bagi praktik perdagangan melalui sistem elektronik yang bersifat lintas batas atau cross border.

Bagi pemerintah, perumusan skema pemajakan transaksi e-commerce  yang sifatnya lintas batas lebih kompleks dibandingkan dengan yang diterapkan kepada pelaku lokal. Apalagi, umumnya para pelakunya bukan wajib pajak dalam negeri (WPDN). Selain perlu dosis kebijakan yang tepat, regulasi transaksi e-commerce cross border akan disusun secara cermat untuk meminimalkan sengketa.

Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Arif Yanuar menjelaskan bahwa progres pembahasan mengenai aturan cross border terus berlanjut, mengingat kompleksitasnya, otoritas pajak tengah meminta masukan dari negara-negara yang telah menerapkan terlebih dahulu skema pemajakan lintas batas.

“Maret nanti ada pertemuan di Australia, nanti kami akan mengikuti sekaligus benchmarking yang di sana,” kata Arif kepada Bisnis.com, Rabu (16/1/2019).

Arif juga sempat menyinggung, tidak menutup kemungkinan, pemerintah akan menjadikan platfrom marketplace atau over the top (OTT) asing semacam bank persepsi.

Pemerintah akan membuat ketentuan yang misalnya mengharuskan pelaku e-commerce asing menyediakan sebuah sistem yang memungkinkan setiap transaksi dengan konsumen asal Indonesia praktis terjadi penyetoran PPN. Dengan skema ini, penyedia platform marketplace atau OTT tersebut tinggal menyetorkan pajaknya ke Ditjen Pajak.

Namun demikian, lanjut Arif, hal itu juga memiliki kelemahan. Apalagi, kebanyakan penyedia platform marketplace atau OTT tersebut bukan merupakan wajib pajak Indonesia. Dari aspek legalitasnya, mereka tidak tunduk dengan kebijakan perpajakan yang berlaku di Indonesia.

Meskipun, dia sendiri melihat bahwa sesuai dengan prinsip destination principle, pajak akan dikenakan di tempat barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (BKP) tersebut dikonsumsi.

“Bisa saja itu dilakukan, tetapi mereka bukan subjek pajak dalam negeri, memang perlu ada terobosan untuk memberikan identitas [ke marketplace atau OTT asing] sehingga pada saat mereka menyetorkan ada pertanggungjawabannya,” imbuhnya.

Kendati pemerintah menyebut bahwa pembahasan regulasi untuk cross border terus berjalan, tetapi berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, di internal pemerintah sangat sulit menemukan titik temu terkait dengan pemajakan terhadap transaksi cross border.

Informasi tersebut menyebutkan bahwa di internal otoritas pajak lebih cenderung mengincar pemajakan atas penghasilan OTT, padahal yang paling realistis sebenarnya adalah PPN.

“Jadi kami akan mendengar dulu dari mereka, yang katanya sudah meregulasi pelaksanaannya seperti apa,” pungkas Arif.