PENCAPAIAN TARGET APBN 2023 Ancang-Ancang Dinamisasi Pajak

12 May 2023

Annasa Rizki Kamalina & Tegar Arief
Jum’at, 12/05/2023

Bisnis – Dinamisasi pajak kembali menjadi jalan pintas bagi pemerintah untuk menggapai target pajak yang pada tahun ini cukup menantang. Musababnya, komoditas yang sejak 2021 menghadirkan windfall, melempem lantaran harganya yang terus menurun.

Dinamisasi pajak kembali menjadi jalan pintas bagi pemerintah untuk menggapai target pajak yang pada tahun ini cukup menantang. Musababnya, komoditas yang sejak 2021 menghadirkan windfall, melempem lantaran harganya yang terus menurun.

Melalui dinamisasi Pajak Penghasilan (PPh) 25, pemerintah bisa menarik pajak kepada korporasi dengan asumsi aktivitas bisnis meningkat cukup tajam seiring dengan menggeliatnya perekonomian nasional.

Petugas pajak pun memiliki asumsi sendiri untuk menghitung potensi dana yang seharusnya disetorkan oleh wajib pajak badan tersebut kepada negara.

Salah satu indikator dari meningkatnya penghasilan korporasi bisa digambarkan oleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang disetorkan oleh wajib pajak kepada pemerintah.

Setoran PPN menggambarkan kinerja penjualan meningkat, yang berkorelasi erat dengan laba atau penghasilan yang diperoleh perusahaan tersebut.

“Nanti kita lihat , kalau dia memengaruhi ke performa ,” kata Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo, Kamis (11/5).

Secara historis, dinamisasi pajak biasanya dilakukan oleh pemerintah mendekati pengujung tahun atau setidaknya pada pertengahan tahun dengan becermin pada realisasi terkini penerimaan negara.

Akan tetapi, tahun ini bisa dibilang amat berbeda dibandingkan dengan dua warsa terakhir. Baik 2021 maupun 2022 penerimaan pajak amat gemilang kendati ekonomi nasional belum sepenuhnya pulih dari sengatan pandemi Covid-19.

Kondisi itu tertolong oleh tingginya harga komoditas sehingga turut memberikan efek besar terhasap mayoritas jenis pajak.

Adapun, pada tahun ini terpantau harga komoditas menuju normalisasi sehingga otoritas pajak pun tak bisa menikmati durian runtuh alias windfall.

Tentu situasi ini membuat petugas pajak ketar-ketir, meng­ingat 2023 adalah tahun pembuktian bagi pemerintah untuk dapat menyehatkan fiskal negara setelah ekspansi jorjoran pada 3 tahun terakhir.

“Naik turunnya harga komo­dtas pasti memengaruhi penerimaan, dan kami akan menjaga ,” kata Suryo.

Legalitas dinamisasi pajak tertuang di dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-537/PJ/2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak dalam Tahun Pajak Berjalan dalam Hal-Hal Tertentu.

Beleid itu menjelaskan, dinamisasi bisa dilakukan apabila pada tahun berjalan wajib pajak mengalami peningkatan usaha da PPh terutang diestimasi lebih dari 150% dari PPh yang menjadi dasar penghitungan.

Sejalan dengan itu, maka pemerintah atau Kantor Pelayanan Pajak (KPP) bisa melakukan penghitungan kembali untuk menentukan jumlah PPh yang harus dibayar.

Sejatinya, dinamisasi bukan barang baru bagi pemerintah. Siasat ini acap kali ditempuh tatkala pencapaian target pajak penuh tantangan.

Tahun lalu pun Ditjen Pajak Kementerian Keuangan melakukan hal serupa, dan harus diakui trik ini cukup efektif mendongkrak penerimaan negara.

Hanya saja, dinamisasi kala itu dilakukan khusus terhadap sektor usaha yang sepenuhnya pulih dari tekanan hawar virus Corona.

Sementara itu, potret kinerja fiskal pada kuartal I/2023 memang masih mencatatkan performa yang positif. Akan tetapi apabila dicermati ada banyak sektor usaha yang masih keteteran.

Tercatat hanya jasa keuangan dan asuransi, konstruksi dan real estat, transportasi dan pergudangan, serta jasa per­usa­haan yang berhasil mencatatkan pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal I/2021.

Sebaliknya, industri pengolahan, perdagangan, dan pertambangan, membukukan pertumbuhan yang lebih rendah. Padahal, ketiganya memiliki kontribusi yang amat besar terhadap penerimaan pajak.

Data ini pun seyogianya dijadikan pertimbangan bagi otoritas pajak dalam menentukan sektor bisnis yang akan dikenai dinamisasi, sehingga tidak membebani pelaku usaha.

Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono, memandang dinamisasi bisa saja dieksekusi pada tahun ini dalam rangka menjaga konsolidasi fiskal.

Hanya saja, dia mengingatkan kepada pemerintah untuk secara cermat mengeksekusi kebijakan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Salah satunya adalah usaha yang PPh terutang untuk tahun pajak berjalannya diperkirakan lebih dari 150% dari PPh ter­utang tahun pajak sebelumnya.

Perubahan jumlah angsuran PPh Pasal 25 tersebut pun berlaku untuk bulan-bulan yang tersisa pada tahun pajak berjalan.

“Dinamisasi pajak berpe­luang dilakukan lagi oleh Ditjen Pajak sepanjang kriteria di ketentuan yang mengatur hal itu terpenuhi,” jelasnya kepada Bisnis.

PRAKTIK IJON

Tuntutan kepada fiskus untuk cermat dalam mengeksekusi dinamisasi cukup beralasan. Musababnya, program ini hampir menyerupai praktik ijon.

Secara legal, ijon pajak memang tidak dilarang. Hanya saja Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengharamkan skema ini karena berisiko merusak basis pajak.

Pemerintah pun pernah terindikasi melakukan ijon pajak demi mencapai target penerimaan, tepatnya pada tahun pertama pandemi Covid-19.

Kendati pemerintah berulangkali membantah hal tersebut dan menyamarkannya istilah ijon dengan dinamisasi, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengindikasikan bahwa praktik tersebut masih langgeng dan diandalkan oleh otoritas pajak menjelang tutup tahun.

Hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Keuangan Kementerian Keuangan (BA-105) yang terangkum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1/2020 menemukan adanya pembayaran PPh Pasal 25/29 Badan untuk Tahun Pajak 2020, oleh otoritas pajak diakui sebagai penerimaan pada 2019.

Keberadaan praktik ijon terindikasi dari hasil uji petik yang dilakukan oleh lembaga auditor eksternal pemerintah itu terhadap 20 kantor wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak.

Hasilnya, tim auditor menemukan ada lonjakan penerimaan PPh 25 yang cukup signifikan dari 944 wajib pajak dengan total peningkatan menyentuh 303,89%.

BPK menjelaskan secara rinci bahwa peningkatan nilai tersebut disebabkan karena wajib pajak telah membayar angsuran PPh 25 lebih dari satu kali.

Di sisi lain, sumber Bisnis yang dekat dengan otoritas fiskal mengatakan ada skenario di luar dinamisasi pajak yang disiapkan untuk mengamankan penerimaan pada tahun ini, yang bahkan telah disiapkan sejak tahun lalu.

Skenario itu adalah dengan sengaja membatasi pertumbuhan atau realisasi penerimaan pajak pada tahun lalu dengan tujuan mempermudah pencapaian target pada tahun ini.

Alasan untuk membatasi laju pajak pun cukup masuk akal mengingat 2023 merupakan tahun penuh ketidakpastian.

Selain inflasi dan normalisasi harga komoditas, gangguan rantai pasok dan gonjang-ganjing pasar keuangan turut memengaruhi setoran ke negara.

Terlepas dari kendala yang berat, penerimaan pajak dituntut untuk tetap optimal. Dinamisasi pun terlihat cukup rasional untuk dieksekusi, sepanjang program itu dilaksanakan hanya kepada sektor usaha yang sepenuhnya membaik.

Editor : Tegar Arief