Properti Seret, Kemenkeu Akan Naikkan Nilai Rumah Bebas PPN

18 December 2019

CNN Indonesia | Rabu, 18/12/2019 20:24 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Kementerian Keuangan menyatakan akan merevisi pemberian insentif ke sektor properti. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan revisi dilakukan karena insentif sebesar Rp 5,7 triliun yang diberikan pemerintah ke sektor properti sepanjang 2018 belum  memberikan hasil memuaskan.

Insentif yang dimaksud Suahasil ialah pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah sederhana dan sangat sederhana; pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) untuk pengalihan tanah dan bangunan; dan pembebasan PPN untuk korban bencana alam.

Sebagai informasi insentif ke sektor properti saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2019 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan.

Insentif berbentuk pembebasan PPN atas pembelian rumah. Dalam peraturan  tersebut pembelian rumah untuk zona Jawa (kecuali Jabodetabek) dan Sumatera (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai) dengan harga di bawah Rp140 juta bebas PPN.

Sementara itu, untuk Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu) harga rumah yang bebas PPN di bawah Rp153 juta.  Suahasil mengatakan dalam revisi tersebut nantinya, nilai rumah yang bebas PPN akan dinaikkan.

Untuk zona Jawa (kecuali Jabodetabek) dan Sumatera (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai) nilai rumah bebas PPN akan dinaikkan 7,5 persen dari posisi saat ini menjadi Rp150,5 juta.

Sementara itu, untuk Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu) harga rumah yang bebas PPN akan dinaikkan menjadi Rp164,5 juta.

Selain menaikkan harga rumah bebas PPN, pihaknya juga akan menurunkan tarif PPh Pasal 22 dari 5 persen menjadi 1 persen.

“Peningkatan (harga rumah bebas PPN) ini penting untuk mendorong rumah sederhana dan sangat sederhana agar bisa dibangun karena kebutuhannya besar,” jelas Suahasil hari ini (18/12).

Ia  mengatakan  revisi dilakukan untuk menjawab keluhan pengusaha properti soal kurangnya insentif bagi usaha mereka. Selain itu, revisi juga dilakukan untuk mendorong sektor usaha lain yang berkaitan dengan properti, seperti industri pengolahan, perdagangan, transportasi pergudangan dan jasa keuangan.

Naiknya insentif di sektor properti tersebut ia harap bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan melambat di 2020

“Jika pertumbuhan ekonomi sedang berat, biasanya sektor properti bisa mendorong. Namun kalau sektor properti juga berat, perekonomian juga berat.” katanya.