Sanksi Pajak Kini Berpatokan ke Suku Bunga BI, Ini Rumusnya!

26 August 2022

NEWS – hadijah, CNBC Indonesia

25 August 2022

Jakarta, CNBC Indonesia – Undang-Undang (UU) Cipta Kerja Klaster Perpajakan mengubah aturan tarif bunga sanksi pajak yang sebelum beleid disahkan berlaku flat 2 persen.

Dengan aturan baru, tarifnya sanksi atau denda ini mengacu pada Suku Bunga Acuan Bank Indonesia. Artinya, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) naik, maka tarif bunga sanksi pajak pun akan menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, jika suku bunga acuan turun, tarif bunga menjadi lebih rendah.

Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menjelaskan bahwa dalam penetapannya pihaknya telah melakukan kajian penerapan di berbagai negara hingga konsultasi dengan pengusaha dan wajib pajak untuk menemukan pola sanksi baru yang disarakan bisa diterima.

“Kami mengkonstruksikan sanksi sesuai suku bunga acuan. Enggak flat gitu saja,” kata Hestu, dalam Sosialisasi UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (25/8/2022).

Namun, DJP juga menambahkan gradasi kesalahan. “Semakin salah, semakin banyak kesalahannya, level kesalahannya, ada kenaikan di situ,” tegasnya.

Formulasinya yaitu suku bunga acuan ditambah dengan persentase uplift, dan kemudian, dibagi 12.

Dalam hal ini, uplift merupakan dari tingkatan kesalahannya. Misalnya, kurang bayar penundaan SPT Tahunan dikenakan uplift sebesar 0%. Sementara itu, pajak atau kurang dibayar akibat salah tulis dan hitung atau PPh tahun berjalan akan mendapatkan uplift 5%.

Jenis kesalahan ketiga, contohnya sudah diperiksa tetapi punya niat untuk mengungkapkan ketidakbenarannya, maka upliftnya dikenakan 10%.

Terakhir, kata Hestu, kesalahan fatal, yaitu wajib pajak tidak memiliki niat apapun untuk melaporkan pajaknya. DJP akan mengenakan uplift 15%.