Sektor pengolahan menjadi kontributor penerimaan pajak terbanyak

21 April 2020

Kontan, Selasa, 21 April 2020 / 23:28 WIB

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat sektor pengolahan atau manufaktur dapat menjadi kontributor utama penerimaan pajak. Ini berlangsung di tengah merebaknya virus corona yang berdampak terhadap perekonomian.

erdasarkan data realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dilihat dari perspektif sektoral, sampai dengan kuartal I-2020 sektor Industri pengolahan mencatatkan penerimaan sebesar Rp 64,06 triliun, tumbuh 5,97% year on year (yoy)dibanding kuartal I-2019.

Sementara, untuk sektor jasa keuangan dan asuransi serta sektor transportasi dan pergudangan mengakhiri kuartal I-2020 dengan pertumbuhan positif, masing- masing 2,67% yoydan 0,87% yoy.

Sedangkan, untuk sektor perdagangan, sektor pertambangan, sektor konstruksi, dan sektor informasi dan komunikasi masih mencatatkan kontraksi masing-masing 1,33% yoy, 22,45% yoy, 6,89% yoy, dan 2,99% yoy.

Meski demikian, secara bulanan, kinerja beberapa sektor pada bulan Maret menunjukkan tren peningkatan dibanding bulan- bulan sebelumnya, seperti sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor transportasi dan pergudangan, dan sektor informasi dan komunikasi yang masing-masing tumbuh 7,52% yoy, 0,41% yoy, 18,7% yoy, 9,48% yoy, dan 32,12% yoy.

Secara umum, realisasi penerimaan pajak sepanjang kuartal I-2020 sebesar Rp 241,6 triliun. Angka itu kontraksi 2,5% bila dibandingkan realisasi sama tahun lalu senilai Rp 247,7 triliun.

Adapun pencapaian Januari-Maret 2020 sudah menyumbang 14,7% dari target akhir tahun sebanyak Rp 1.642,6 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi penerimaan pajak sepanjang kuartal I-2020 menunjukkan penurunan akibat dampak virus korona yang sudah merambah ke seluruh sektor usaha sejak akhir Februari sampai Maret lalu.

Ini tercermin dari beberapa pos penerimaan pajak yang koreksi cukup dalam seperti pajak penghasilan (PPh) Migas yang turun akibat melemahnya harga minyak mentah dan gas dan nilai tukar rupiah yang di luar asumsi.

“Penerimaan PPh Migas terjadi penurunan karena meski Arab Saudi dan Rusia sudah menyepakati produksi minyak, namun permintaan global turun akibat perlambatan perekonomian. Jadi, produksi sudah terlanjur meningkat tapi permintaan turun, akibatnya harga minyak melemah,” ujar Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN lewat daring, Jumat (17/4).