Setoran Pajaknya Seret, Begini Kondisi Industri di Indonesia
10 July 2024
Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
10 July 2024
CNBC Indonesia – Kondisi industri di dalam negeri makin memprihatinkan. Hal ini dapat terlihat dari pajak yang disetorkan perusahaan ke dalam negeri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengumumkan penerimaan pajak hingga paruh pertama tahun ini hanya Rp 893,8 triliun atau turun 7,9% dari realisasi semester I-2023 sebesar Rp 970,2 triliun.
Realisasi pada semester I-2024 itu pun baru sebesar 44,9% dari target penerimaan pajak untuk tahun ini Rp 1.988,9 triliun. Padahal, tahun lalu sudah 53,4% dari target Rp 1.818,2 triliun.
“Kalau dilihat ini tekanan penerimaan pajak bisa diidentifikasi berkaitan dengan harga komoditas dan restitusi,” ucap Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Jakarta, dikutip Rabu (10/7/2024).
Berdasarkan sektor usaha utama penyumbang pajak, yang turun di antaranya industri pengolahan. Setoran pajak sektor industri manufaktur yang porsinya 25,23% itu senilai Rp 214,86 triliun atau turun 15,4% secara neto. Padahal, semester I-2023 masih tumbuh 8%.
Sri Mulyani mengatakan, turunnya penerimaan pajak dari industri pengolahan dipengaruhi oleh peningkatan restitusi dan penurunan PPh Badan Tahunan terutama pada subsektor terkait komoditas, misalnya sawit, logam, dan pupuk.
“Netonya cukup dalam 15,4% terutama karena adanya restitusi. Ini menggambarkan kondisi perekonomian kita yang tercermin dari pembayaran pajak yang mengalami koreksi cukup tajam dibanding dua tahun terakhir,” ungkap Sri Mulyani.
Urutan kedua ialah sektor industri perdagangan yang memiliki porsi 24,79%. Nilai setoran pajak sektor usaha itu sebesar Rp 211,09 triliun atau turun 0,8% secara neto padahal pada periode yang sama tahun lalu masih tumbuh 7,3%.
Diikuti sektor pertambangan yang kontribusinya sebesar 5,72% dari total penerimaan pajak hanya senilai Rp 48,75 triliun. Nilai setoran pajak itu turun 58,4% pada Semester I-2024, sedangkan pada Semester I-2023 masih tumbuh 51,7%.
Sri Mulyani mengatakan, harga-harga komoditas utama memang turun pada Semester I-2024 dibanding Semester I-2023. Misalnya Batu bara yang turun 53,92%, Tembaga 4,23%, dan lainnya 0,8%. Sementara itu, sawit turun 8,8%, dan logam 2,03%.
Kondisi ini menyebabkan restitusi untuk industri sawit naik dari Rp 16,3 triliun menjadi Rp 18,6 triliun, industri logam naik dari Rp 5,8 triliun menjadi Rp 17,2 triliun, Batubara naik dari Rp 8,1 triliun menjadi Rp 16,3 triliun, dan perdagangan bahan bakar dari Rp 3 triliun menjadi Rp 11,8 triliun.
“Artinya perusahaan-perusahaan masih profitable tapi tidak setinggi tahun sebelumnya karena harga komoditas mengalami koreksi yang sangat dalam. Jadi bukannya mereka rugi tapi profitnya mengalami penurunan,” ucapnya.
Sektor lain, seperti jasa keuangan dan asuransi yang menjadi urutan ketiga terbesar penyumbang pajak dengan porsi 15,15% masih tumbuh positif dengan nilai setoran Rp 128,98 triliun. Setoran pajaknya tumbuh 11,8% pada enam bulan pertama tahun ini, melambat dibanding pertumbuhan periode yang sama tahun lalu 27,5%.
Lalu sektor konstruksi dan real estat yang porsinya Rp 4,8 triliun masih tumbuh 9,4% secara neto atau lebih rendah dari pertumbuhan Semester I-2023 yang sebesar 14,4%. Nilai setoran pajaknya hingga Semester I-2024 sebesar Rp 40,91 triliun.
Kemudian, sektor transportasi dan pergudangan yang porsinya sebesar 4,71% nilai setoran pajaknya R 40,08 triliun atau naik 0,8%. Masih jauh lebih rendah dari pertumbuhan setoran pajaknya pada Semester I-2023 yang sebesar 43,5% secara neto.
Informasi dan komunikasi yang berkontribusi sebesar 3,86% setorannya telah senilai Rp 32,83 triliun atau naik 19,1% lebih tinggi dari pertumbuhan periode yang sama tahun lalu sebesar 14,9%.
Terakhir, jasa perusahaan dengan kontribusi 3,69% setorannya telah senilai Rp 31,39 triliun. Naik 10,4% pada Semester I-2024, lebih rendah dari pertumbuhan periode yang sama tahun lalu sebesar 28,6%.