‘Shortfall’ Pajak Bakal Lebar, Kemenkeu Lakukan Mitigasi

02 August 2019

CNN Indonesia | Jumat, 02/08/2019 11:58 WIB

Bali, CNN Indonesia — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai memitigasi risiko dari melesetnya penerimaan pajak (shortfall) yang diperkirakan mencapai Rp140 triliun pada tahun ini. Caranya, dengan melihat kembali potensi pos penerimaan negara lain untuk menutup kekurangan setoran pajak.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan mitigasi sejatinya sudah mulai dilakukan di bawah pimpinan langsung Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Terlebih, kementerian sudah menyadari ada potensi shortfall yang cukup besar pada tahun ini bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sejak 2008.

Bendahara negara, kata Robert, sudah meminta masing-masing direktur jenderal untuk melihat potensi tiap-tiap pos penerimaan. Hal itu dilakukan setiap kali kementerian melakukan analisa Asset and Liability Management (ALM).

“Dalam ALM kami lihat dampaknya, tapi itu akan jadi bahaya kalau semuanya statis, tapi ini kan tidak. Kami lihat risiko dan ini masih termitigasi,” ungkap Robert di Media Gathering DJP di Kuta, Bali, Jumat (2/8).

Kendati begitu, Robert melihat bahwa dampak dari melesetnya penerimaan pajak pada tahun ini tidak akan signifikan ke perekonomian. Pasalnya, menurut Robert, penerimaan negara masih bisa diupayakan maksimal melalui pos lain, misalnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Tahun lalu, PNBP bahkan bisa melampaui target penerimaan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.

“Mungkin PNBP naik, pajak turun, jadi sudah ada subtitusinya. Kemudian, ada pembiayaan lain, sehingga defisit anggaran tidak melebar,” ujarnya.

Di sisi lain, ia meminta proyeksi shortfall mencapai Rp140 triliun tidak menjadi beban bagi pihak lain. Sebab, pemerintah terus memantau potensi dan realisasi penerimaan dari waktu ke waktu.

Dengan proyek shortfall tersebut, pemerintah memperkirakan defisit anggaran hingga akhir tahun akan mencapai 1,93 persen dari PDB. Meski lebih lebar jika dibandingkan targetnya tahun ini yang sebesar 1,84 persen PDB, proyeksi defisit tersebut masih di bawah batas maksimal 3 persen PDB sesuai yang diamanatkan dalam Undang-undang Keuangan Negara.

Outlook kan terus berubah, namanya orang buat prediksi, masih bisa berubah. Tentu ini kami pantau dari bulan ke bulan,” tandasnya.

Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan memperkirakan penerimaan pajak hanya akan mencapai Rp1.438,25 triliun hingga akhir tahun atau 91,16 persen dari target yang dipatok Rp1.577,56 triliun.

Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, pertumbuhannya hanya sekitar 9,5 persen. Konsekuensinya, shortfall pajak tahun ini diperkirakan hampir Rp140 triliun atau sekitar 26 persen lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, Rp110,67 triliun.

Apabila dirinci, penerimaan pajak penghasilan diperkirakan mencapai Rp818,56 triliun atau 91,5 persen dari target. Kemudian, pajak pertambahan nilai sebesar Rp592,79 triliun (90,4 persen), pajak bumi dan bangunan Rp18,86 triliun (98,7 persen), dan pajak lainnya Rp7,31 triliun (85 persen).

Ia mengatakan target penerimaan pajak tak akan tercapai karena dinamika ekonomi yang menyebabkan asumsi makro meleset. Misalnya, nilai tukar rupiah yang hanya berkisar Rp14.250 per dolar AS atau lebih kuat dibandingkan asumsi yang Rp15.000 per dolar AS.

Kemudian, proyeksi rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang diperkirakan hanya akan mencapai US$63 per barel dari asumsi APBN 2019 sebesar US$70 per barel.

“Hal-hal yang menunjukkan penurunan direfleksikan dalam penerimaan pajak,” katanya.