Sri Mulyani Patok Target Perpajakan 2023 Tumbuh 4,8%

06 September 2022

Senin, 5 September 2022

Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan pertumbuhan penerimaan perpajakan tahun depan sebesar 4,8% dibandingkan outlook tahun ini Rp 1.924,9 triliun.

Peningkatan yang relatif konservatif itu, menunjukkan tren penerimaan pajak telah kembali pada level pra-pandemi seiring pemulihan ekonomi, tingginya harga komoditas serta reformasi perpajakan yang mendorong peningkatan penerimaan perpajakan.

“Pertumbuhan target penerimaan perpajakan tahun depan relatif konservatif sebab pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 dan 2022 akan ternormalisasi dengan ancaman terjadinya resesi global, inflasi yang tinggi hingga kenaikan suku bunga acuan di berbagai negara,” ucap Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI, di Jakarta, Senin (5/9/2022).

Sebagaimana diketahui, target perpajakan di tahun depan sebesar Rp 2.016,9 triliun merupakan yang pertama kalinya di atas Rp 2.000 triliun. Dengan rincian penerimaan pajak Rp 1.715,1 triliun dan penerimaan bea dan cukai mencapai Rp 301,8 triliun.

Dalam paparannya, tren penerimaan pajak dalam RAPBN 2023 akan disokong oleh dampak positif dari harga komoditas dan implementasi program pengungkapan sukarela (PPS) yang telah berakhir sejak 30 Juni lalu.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan penerimaan pajak sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan fluktuasi harga komoditas. Namun pada saat yang sama, DJP akan terus meningkatkan upaya optimalisasi penerimaan melalui pengawasan pembiayaan masa dan pengujian kepatuhan serta melanjutkan reformasi perpajakan.

“Penerimaan pajak tentu kita akan upayakan relatif lebih stabil. Penerimaan pajak akan mengikuti siklus ekonomi, jika menggunakan instrumen pure pajak maka jadi procycle. Ketika ekonomi meningkat (boom) dapat banyak dapat (penerimaan) banyak, namun disaat ekonomi turun maka (penerimaan) juga akan turun,” ucap Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, di saat instrumen fiskal harus melakukan countercyclical maka penerimaan pajak menjadi naik turun yang berdasarkan kegiatan ekonomi. Sehingga ini harus terus dinetralisir melalui instrumen lain yakni pembiayaan.

“Tetapi melalui reformasi, kita berharap baseline dari penerimaan pajak harusnya relatif makin luas dan kuat tidak bergantung pada event atau shock yang sifatnya bisa mempengaruhi keseluruhan. Kami akan terus lakukan berbagai reformasi dengan perbaikan regulasi, pelaksanaan UU HPP dan data yang kami miliki lebih lengkap baik Tax Amnesty I, PPS dan automatic exchange of information,” imbuhnya.

Dengan tren penerimaan pajak kurun waktu 2019-2023 yang meningkat, namun disisi lain tax ratio justru mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa program yang menjadikan baseline sehingga tidak dapat dijadikan komparasi seperti adanya PPS, dan faktor komoditas.

“Harga komoditas, kita lihat kontribusinya cukup dominan yakni mendekati 20 persen kontribusi terhadap total penerimaan dari pajak bisa mempengaruhi tax rasio dengan boom atau bust,” ucap Sri Mulyani.