Sri Mulyani Ungkap Sebab Pengemplang Pajak Bisa Subur di Masa Lalu

20 July 2022

CNN Indonesia
Rabu, 20 Jul 2022

Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan pada masa lampau pengemplang pajak bisa bebas bertebaran di mana-mana. Ia menyebut hal ini bisa terjadi karena sistem pajak yang tak terintegrasi.
Dampak dari masalah itu, setiap kantor pajak membuat sistem sendiri-sendiri, terutama soal IT. Hal itu membuat praktek pengemplangan pajak subur karena sistem yang terpisah-pisah membuat harta para pengemplang pajak susah terlacak.

Oleh karenanya, pada masa dulu wajib pajak tak perlu jauh-jauh menyimpan hartanya di negara suaka pajak. Sebab, disimpan di dalam negeri saja tak akan ketahuan.

“Makanya dulu saya selalu membuat joke, di Indonesia kalau membuat tax evation sama tax avoidance, nggak perlu pergi ke Cayman Island (negara suaka pajak) dll. Antar provinsi saja tidak bisa dilacak, karena tidak terintegrasi dan tidak interoperable,” ujarnya dalam Peringatan Hari Pajak, Selasa (19/7).

Bendahara negara ini menjelaskan, jilid pertama reformasi pajak dilakukan saat kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Reformasi dimulai dengan membentuk kantor pajak sesuai dengan jenis wajib pajaknya.

Seperti pembentukan kantor Large Taxpayer Office (LTO) yang berisi wajib pajak besar atau orang kaya di tingkat nasional. Kemudian, ada kantor Middle Tax Payer atau Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya yang berisi wajib pajak besar di daerah.

Selanjutnya, kantor KPP Pratama yang berisi wajib pajak kecil atau lainnya. KPP tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

Namun, dalam reformasi tersebut pemerintahan SBY lupa memasukkan sistem IT. Sehingga, pengemplang pajak jadi mudah untuk bersembunyi.

Oleh karenanya, dalam reformasi jilid II yang dilakukan sekarang melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), reformasi sistem IT di perpajakan menjadi instrumen penting.

Dengan reformasi IT, pemerintah mengintegrasikan seluruh data yang ada di Kementerian/Lembaga. Salah satunya yang berhasil dilakukan adalah penyatuan NPWP dan NIK.

“Makanya kemudian pada jilid kedua ini, uu perlu diubah. Makanya ada UU HPP,” tegasnya.