Tahun ini akan ada 70 persetujuan penghindaran pajak berganda

19 January 2020

Kontan, Minggu, 19 Januari 2020 / 15:57 WIB

KONTAN.CO.ID –  JAKARTA. Pemerintah memastikan akan ada 70 persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty yang berlaku efektif di tahun ini.

Perjanjian internasional di bidang perpajakan antar kedua negara itu mengatur pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh salah satu negara ataupun kedua negara dalam persetujuan itu.

Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pengesahan Konvensi Multilateral Untuk Menerapkan Tindakan-Tindakan Terkait Dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Untuk Mencegah Penggerusan Basis Pemajakan Dan Penggeseran Laba).

Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, terbitnya Perpres 77 dimaksudkan untuk meratifikasi Multilateral Instrument (MLI) yang telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada tanggal 7 Juni 2017 di Kantor Pusat OECD, Paris, Prancis.

Ketentuan tersebut akan segera berlaku efektif tiga bulan setelah ratifikasi MLI tersebut disampaikan ke OECD. Dari 47 yurisdiksi yang tercantum dalam Perpres 77 ada 19 yurisdiksi yang telah meratifikasi MLI-nya dengan Indonesia antara lain Australia, Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia, India, Inggris, Jepang, Kanada, Luksemburg, Polandia, Prancis, Rusia, Selandia Baru, Serbia, Singapura, Slovakia, Swedia dan Uni Emirat Arab.

Sementara itu, dalam catatan Organization for Economic Co-opration and Development (OECD) terdapat 93 yurisdiksi yang telah menandatangani MLI dan diprakirakan terdapat lebih dari 3.000 P3B.

Ini akan diamandemen dan disesuaikan dengan standar dan norma pajak internasional melalui skema MLI. Selanjutnya masing-masing anggota yurisdiksi yang sudah menandatangani MLI mengusulkan P3B-nya yang akan diamandemen ke OECD dan kemudian dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi.

Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) John Hutagaol mengatakan dalam hal ini Indonesia masih dalam tahap mengajukan.

Terkait dengan MLI, pada tahap pertama Indonesia mengusulkan 47 P3B untuk diamandemen melalui skema MLI. Dari 47 P3B tersebut ada 19 P3B yang sudah diratifikasi di masing-masing yurisdiksi sesuai dengan ketentuan domestiknya.

“Tahap kedua akan ada 23 P3B baru yang akan diajukan oleh Indonesia. Mengenai substansi pembahasan akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing yurisdiksi anggota,” kata John kepada Kontan.co.id, Minggu (19/1).

Sebagai informasi, MLI adalah salah satu dari 15 Penggerusan Basis Pemajakan dan Penggeseran Laba (BEPS) Action untuk mencegah praktik pengalihan laba ke yurisdiksi yang menerapkan tarif pajak yang rendah dengan tujuan untuk penghindaran dan pengelakan pajak.

Dampak BEPS dapat menggerus basis pemajakan suatu yurisdiksi yang berakibat hilangnya potensi penerimaan pajaknya.

John menyampaikan perluasan P3P lewat MLI penting dilakukan karena dinilai sebagai instrumen multilateral yang menawarkan suatu terobosan prosedur amandemen P3B yang lebih sederhana, mudah dan transparan ketimbang prosedur konvensional yang mengadopsi standar dan norma anti BEPS.

“Sehingga amandemen atas lebih dari satu atau banyak P3B dapat dilakukan secara serentak dan sekaligus. Tidak perlu dilakukan secara konvensional yaitu renegosiasi bilateral P3B secara individu yang memerlukan waktu yang lama dan menghabiskan sumber daya yang besar baik tenaga, waktu dan dana,” kata John.

Adapun ruang lingkup 70 P3B yang diajukan Indonesia dalam MLI dan telah diratifikasi antara lain pertama, Hybrid Mismatches dilakukan reservasi. Ketentuan yang diadopsi adalah mengenai penyelesaian status penduduk rangkap atau dual resident melalui Mutual Agreement Procedure (MAP) dan yang memiliki status penduduk rangkap tidak berhak menikmati manfaat P3B.

Kedua terkait dengan Treaty Abuses, yang diadopsi adalah tujuan P3B dalam Mukadimah yaitu untuk mencegah pengenaan pajak berganda double taxation dan tidak digunakan untuk tujuan penghindaran atau pengelakan pajak.

Selain itu dalam rangka mencegah praktik treaty abuse, yang diadopsi adalah penerapan Principle Purpose Test (PPT), periode minimum kepemilikan saham untuk memperoleh tarif PPh atas dividen yang lebih rendah, dan hak pemajakan yurisidksi sumber atas Capital Gain yaitu keuntungan dari pengalihan saham atau hak sejenis yang lebih dari 50% nilainya berupa harta tak bergerak.

Ketiga, Avoidance Permanent Establishment Status, yang diadopsi seluruh ketentuan mengenai Artificial Avoidance of Permanent Establishment through Commisionaire Arrangements and Similar Strategies, sebagian besar ketentuan mengenai Artificial Avoidance of Permanent Establishment through the Specific Activity Exemption yaitu ketentuan pengecualian suatu BUT atas kegiatan yang bersifat persiapan atau pelengkap, dan ketentuan pencegahan fragmentasi usaha menjadi beberapa kegiatan, dan pengertian pihak-pihak yang erat terkait.

Keempat, Improving Dispute Resolution, hampir seluruh ketentuan kecuali ketentuan pengajuan MAP oleh penduduk suatu Negara kepada pejabat yang berwenang (Competent Authority) Negara lainnya.