Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Meningkat di Tengah Kritik Hedonisme Pejabat

02 March 2023

Rabu, 1 Maret 2023

Jakarta, Beritasatu.com – Tingkat kepatuhan wajib pajak (WP) dalam melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Namun, tingkat kepatuhan WP badan tergolong rendah, hanya berkisar 60-67%. Level kepatuhan tersebut lebih rendah dibanding kepatuhan WP orang pribadi (OP) yang mencapai 79%-89%.

“Tingkat kepatuhan WP badan dan WP orang pribadi meningkat dalam tiga tahun terakhir. WP badan meningkat dari 60% menjadi 67%, sedangkan WP orang pribadi meningkat dari 79% menjadi 89%,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direkorat Jenderal Pajak (DJP), Neilmaldrin Noor kepada Investor Daily di Jakarta, Senin (27/2/2023).

Neilmaldrin tidak setuju jika tingkat kepatuhan WP disebut rendah. Dia justru menyebut tren realisasi rasio kepatuhan melaporkan SPT Tahunan terus meningkat dalam lima tahun terakhir.

Sementara itu, pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar, anggota Komisi XI DPR M Misbakhun, dan pengamat pajak Ronny Bako yang dihubungi Investor Daily secara terpisah di Jakarta, Selasa (28/2/2023), mengungkapkan, gaya hidup mewah (hedonisme) yang dipamerkan para oknum pejabat pajak dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap institusi DJP yang bisa berujung pada menurunnya kepatuhan membayar pajak. Meski demikian, mereka tetap optimistis target pajak tahun ini tercapai.

Dalam APBN 2023, target penerimaan pajak dipatok Rp 1.718,0 triliun, tumbuh 5,0% dari outlook APBN 2022. Tahun lalu, penerimaan pajak mencapai Rp 1.717,8 triliun atau 115,6% dari target Peraturan Presiden (Perpres) No 98 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Perpres No 104 Tahun 2021 tentang Rincian APBN 2022. Dibanding tahun sebelumnya, realisasi penerimaan pajak 2022 tumbuh 34,3%.

Target Stagnan 80%
Neilmaldrin Noor membeberkan, pada 2018 rasio kepatuhan formal sebesar 71,10%, meningkat menjadi 73,06% di 2019, 77,63% pada 2020, 84,07% di 2021, dan kemudian 83,2% di 2022.

“Targetnya memang dipatok stagnan 80% dalam empat tahun terakhir. Jadi, tidak tepat jika dikatakan bahwa tingkat kepatuhan WP masih rendah. Rasio kepatuhan lima tahun terakhir terus meningkat,” tegas Neilmaldrin.

Dia menjelaskan, DJP mematok target rasio kepatuhan SPT 2023 sebesar 80% dari wajib SPT atau sama dengan target rasio tahun lalu. Target rasio kepatuhan formal tahun 2023 tersebut dihitung dengan cara membagi jumlah SPT Tahunan yang diterima oleh DJP dengan jumlah wajib lapor SPT selama Januari hingga Desember 2023.

Neilmaldrin menegaskan, faktor-faktor yang bisa menaikkan rasio kepatuhan pajak tahun ini adalah pelaporan SPT Tahunan yang kini semakin mudah, karena dapat dilakukan secara online melalui www.pajak.go.id dengan akses menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK).

“Selain itu, pelaksanaan sosialisasi, pojok pajak, dan bimtek dapat lebih masif dilakukan karena pandemi Covid sudah berangsur mereda,” kata dia.

Ketika ditanya perbandingan kepatuhan antara WP kelas kakap atau WP level bawah, Neilmaldrin menyatakan, DJP tidak membuat klasifikasi seperti itu. DJP selama ini membagi pengawasan terhadap wajib pajak menjadi wajib pajak strategis dan wajib pajak kewilayahan.

Untuk wajib pajak strategis ini, kata dia, target kepatuhan SPT Tahunan pada 2022 ditetapkan sebesar 100%, realisasinya mencapai 99,67%. “Untuk WP kewilayahan, dari target yang ditetapkan sebesar 80%, realisasinya justru mencapai 104,10% dari target atau 83,28% dari total jumlah wajib SPT 2022,” tuturnya.

Neilmaldrin mengungkapkan, DJP tidak melakukan pengukuran kepatuhan formal berdasarkan klasifikasi sektor usaha. Pihaknya hanya mengukur dari sisi kontribusi masing-masing sektor terhadap nilai setoran pajaknya.

“Sektor dengan kontribusi terbesar bagi penerimaan selama tahun 2022 adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, jasa keuangan dan asuransi, dan sektor pertambangan,” ujarnya.

Selama ini, DJP cenderung menerapkan sanksi ringan terhadap WP yang terlambat melaporkan SPT Tahunan. Sebab, sesuai UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), sanksi itu hanya berupa denda sebesar Rp 100 ribu dan akan ditagih dengan STP (Surat Tagihan Pajak).