Titik Terang Pengenaan Cukai Plastik

03 July 2019

Bisnis.com, 03 Juli 2019  |  09:56 WIB

Bisnis.com, JAKARTA – Rencana penetapan kantong plastik sebagai barang kena cukai (BKC) baru akhirnya menemui titik terang. Pasalnya dalam rapat dengan Komisi XI DPR pemerintah membeberkan skema termasuk rencana tarif yang akan diberlakukan kepada kantong plastik.

Menteri Keuangan Sri Mulyuani Indrawati memaparkan, pengenaan cukai plastik tersebut akan dilakukan dalam dua skema.

Pertama, pengenaan cukai sebesar 100 persen akan dikenakan kepada kantong plastik dengan jenis bijih plastik virgin atau polyethylene dan polypropilene yang memiliki waktu penguraian lebih dari 100 tahun.

Kedua, untuk jenis plastik yang berasal dari bijih plastik oxodegredable dengan waktu urai 2 tahun – 3 tahun dikenakan tarif yang lebih rendah.

“Semakin ramah lingkungan atau mudah terurai, maka semakin rendah tarif cukainya,” ungkap Sri Mulyani, Selasa (2/7).

Bekas Direktur Pelaksana Bank Dunia ini meminta semua pihak supaya bisa memahami bahwa sampah plastik merupakan persoalan serius. Apalagi sampah plastik di Indonesia menempati urutan kedua tertinggi di dunia.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukan bahwa sekitar 9,85 miliar lembar sampah kantong plastik dihasilkan setiap tahun. Jumlah itu disumbangkan oleh kurang lebih 90.000 gerai ritel modern seluruh Indonesia.

Adapun mengenai tarifnya, Menkeu menjelaskan, untuk tarif bagi kantong plastik dengan kategori pertama atau yang susah diurai akan dikenakan maksimal yakni Rp200 per lembar atau Rp30.000 per kilogram. Dengan penerapan tarif tersebut, harga kantong plastik setelah kena cukai berkisar antara Rp450–Rp500.

“Kita lihat kalau itu diterapkan efek inflasinya sangat kecil 0,045 persen. Oleh karena itu kami sampaikan opsi pengenaan tarifnya 100 persen untuk tarif kantong plastik yang tak mudah diurai,” jelasnya.

Dalam catatan Bisnis, pembahasan mengenai cukai plastik sebenarnya sudah dilakukan bertahun-tahun. Bahkan pada tahun 2017 dan 2018, penerimaan dari cukai tersebut masuk sebagai komponen penerimaan cukai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan total target senilai Rp500 miliar.

Hanya saja, pembehasan mengenai ekstensifikas ke cukai plastik ini kerap mengalamideadlock. Hal itu terjadi, karena dalam proses pembahasan masing-masing kementerian belum menemukan kata sepakat untuk menjadikan plastik sebagai barang kena cukai baru (BKC).

Kendati demikian, untuk memuluskan langkah pengendalian sampah plastik, pemerintah sebenernya telah menerbitkan No.83/2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Inti dari kebijakan ini adalah memberikan waktu kepada Kementerian Keuangan untuk menyelesaikan regulasi terkait cukai plastik maksimal akhir tahun lalu.

“Ini sesuai dengan penerapan kantong plastik berbayar yang sudah berada di daerah dan peraturan presiden tentang sampah laut. Kami diberi mandat untuk susu cukai kantong plastik. Target penerimaannya dalam UU APBN 2017 tiap tahun sudah ada,” imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambufi menjelaskan bahwa dalam tahap awal ini pemerintah hanya akan membatasi pengenaan cukai sebatas kantong plastik saja.

Langkah ini penting karena komposisi plastik dari total timbulan sampah nasilnal mencapai 14 persen pada tahun 2013 dan mengalami peningkatan menjadi 16 persen pada tahun 2016.

“Kantong plastik tidak banyak didaur ulang. Sedangkan untuk yang lain misalnnya botol plastik banyak didaurulang, untuk itu tahap awal ini kami menempatkan kantong plastik dulu dibanding plastik-plastik lainnya,” terangnya.

Selain itu menurutnya, saat ini banyak ritel yang telah memungut biaya tambahan dalam kantong plastik dan belum jelas pertanggungjawabannya. Dengan memasukan kantong plastik sebagai barang kena cukai (BKC) baru, maka peranggungjawabannya semakin jelas.

Adapun anggota Komisi XI DPR M. Misbakhun meminta pemerintah untuk memperjelas titik pengenaan plastik sebagai BKC baru. Dia juga meminta pemerintah untuk memperjelas alasan mengenai pengenaan cukai yang masih sebatas kantong plastik.