Tokopedia hingga Shopee CS Jadi Pemungut Pajak, DJP Kipas-kipas

15 March 2023

Berikut potensi penerimaan yang didapat Ditjen Pajak (DJP) saat Tokopedia hingga Shopee CS jadi pemungut pajak.

Bisnis.com13 Maret 2023  

Bisnis.com, JAKARTA – Penunjukan lokapasar atau e-commerce lokal, seperti Tokopedia hingga Shopee, sebagai pemungut pajak berpotensi meraih penerimaan lebih besar dibandingkan dengan pajak digital atas jasa luar negeri yang sudah lebih dulu diterapkan oleg Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan akan mulai menunjuk e-commerce lokal sebagai pemungut pajak pada 2023.

Kebijakan tersebut merupakan implementasi dari Pasal 32a Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias UU HPP. Adapun, jenis pajak yang akan dipungut oleh lokapasar adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

Dalam Pasal 32a UU HPP disebutkan bahwa Menteri Keuangan menunjuk pihak lain untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, atau pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pihak lain yang dimaksud adalah pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak, salah satunya lokapasar.

Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai penunjukan e-commerce lokal sebagai pemungut pajak akan mengerek penerimaan negara lebih besar.

Meski tidak memperkirakan secara rinci, dia mengatakan bahwa penerimaan pajak dari implementasi tersebut akan jauh lebih besar dibandingkan dengan pemungut PPN dari para pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

“Untuk potensi penerimaan saya tidak mau sebutkan dahulu, tapi akan lebih besar dari PPN PMSE atas jasa luar negeri,” ujarnya kepada Bisnis baru-baru ini.

Proyeksi tersebut, kata Fajry, didorong oleh struktur ekonomi digital Indonesia yang dalam jumlah besar melakukan transaksi e-commerce, terutama transaksi domestik.

Sebagai pembanding, penerimaan negara dari PPN PMSE atau pajak digital sampai dengan Februari 2023 telah mencapai Rp11,03 triliun dari sebanyak 124 PMSE.

Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, dan Rp891,5 miliar setoran tahun 2023.

Kendati memiliki potensi besar, Fajry mengemukakan tantangan dari penunjukan e-commerce lokal sebagai pemungut pajak hanya akan berkutat pada masalah sosialisasi dan teknis.

Untuk sosialisasi, dia mengatakan pemerintah perlu meyakinkan publik bahwa tidak ada pungutan pajak baru dan hanya mekanisme pungutan yang berbeda. Adapun, perihal teknis lebih menyasar pada permasalahan administrasi agar implementasi kebijakan berjalan lancar.

“Sekali lagi, ini bukan pungutan baru, jadi tidak ada dampaknya ke daya beli dan sebagainya. Ini hanya mekanisme baru. Isunya lebih ke teknis administrasi,” pungkasnya.

Aturan Teknis

Sampai dengan saat ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak masih menyusun aturan teknis yang berkaitan dengan kebijakan baru tersebut.

Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung mengatakan bahwa aturan teknis dan substansi dari aturan tersebut akan dimuat dalam Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) yang saat ini masih dalam proses pembahasan.

“[RPMK] rencananya rampung pada semester pertama tahun ini,” ujar Bonarsius.

Dia mengatakan penunjukan lokapasar sebagai pemungut pajak pada tahun ini dilakukan dengan beberapa tujuan, salah satunya menjaga perlakuan yang sama bagi para pelaku usaha baik daring (online) maupun luring (offline).

Selain itu, kata Bonarsius, langkah ini juga bertujuan memfasilitasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan melalui pembayaran pajak dengan mudah dan administrasi sederhana, serta memberikan kepastian hukum atas transaksi digital yang terus berkembang.

Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI), nilai transaksi niaga elektronik atau e-commerce mencapai Rp476,3 triliun dengan volume transaksi sebanyak 3.486 juta sepanjang 2022.

Sementara itu, jumlah transaksi ekonomi dan keuangan digital sepanjang tahun lalu juga terus mengalami peningkatan. Tecermin dari nilai transaksi elektronik yang tumbuh 30,84 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp399,6 triliun.

Bank sentral memproyeksikan transaksi ekonomi digital pada tahun ini akan bertumbuh 23,90 persen dibandingkan tahun 2022 dengan realisasi sebesar Rp495,2 triliun.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan diperkirakan mampu meraup Rp7,7 triliun dari penerimaan pajak digital sepanjang 2023. Hal ini seiring tren penerimaan pajak digital yang terus meningkat.

Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menuturkan bahwa penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari para pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) telah menunjukkan kenaikan signifikan.

Sepanjang Juli sampai dengan Desember 2020, misalnya, penerimaan pajak dari sektor ini mencapai Rp730 miliar. Penerimaan itu kemudian bertumbuh menjadi Rp3,9 triliun sepanjang 2021 dan mencapai Rp5,51 triliun pada 2022.

“Ada peningkatan sekitar 40 persen untuk periode 2021 dan 2022. Jika asumsi peningkatan 40 persen tahun akan berlanjut di 2023, total penerimaan PPN PMSE pada tahun ini akan berkisar Rp7,7 triliun,” ujar Prianto kepada Bisnis.

Prianto juga menyoroti jumlah pemungut PPN PMSE yang telah ditunjuk oleh pemerintah dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Saat ini, jumlah PMSE di Indonesia berjumlah 142 perusahaan per tanggal 28 Februari 2023.