Airlangga Sebut Perdagangan dan Pajak Karbon Berlaku Mulai 2025

13 October 2022

CNN Indonesia
Kamis, 13 Okt 2022

Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan perdagangan karbon, termasuk pajak karbon akan diterapkan mulai 2025 mendatang.
“Indonesia terus berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca, net zero emission pada 2060 atau lebih cepat. Salah satu yang akan diterapkan di awal adalah perdagangan karbon maupun pajak karbon yang ditargetkan berfungsi pada 2025,” ungkapnya di pembukaan Capital Market Summit & Expo, Kamis (13/10).

Dalam pemaparannya, Airlangga menjelaskan perdagangan karbon merupakan mekanisme jual beli karbon dan sertifikat emisi sebagai surat berharga yang dapat diperdagangkan di bursa karbon.

Sementara itu, pajak karbon menjadi disinsentif penggunaan energi kotor atau tidak terbarukan. Penggunaan dana dari pajak karbon untuk mendorong pengembangan dan pemanfaatan energi bersih atau terbarukan.

Selain perdagangan dan pajak karbon, kebijakan lainnya yang diterapkan pemerintah untuk mendukung transisi menuju ekonomi hijau yaitu akuisisi energi bersih, aturan mengenai PLTU pensiun dini, dan konversi sumber energi kotor.

Akuisisi energi bersih dilakukan dengan memberikan insentif yang akan melakukan R&D dan berinvestasi pada energi bersih atau terbarukan. Lalu, peraturan mengenai pensiun dini batu bara akan mengatur pemberian santunan bagi PLTU yang akan dipensiunkan dini.

Lalu, konversi sumber energi kotor dilakukan dengan memberikan insentif untuk mengubah sumber energi kotor menjadi sumber energi bersih.

Sebelumnya, mantan ketua dewan komisioner OJK Wimboh Santoso mengklaim BEI sudah siap menyelenggarakan perdagangan karbon.

“Dalam hal ini yang kita punya adalah bursa saham dan surat berharga, yakni BEI siap untuk melaksanakan dan eksekusi carbon trading ini dan kini sedang dibicarakan apa saja regulasi yang perlu disiapkan,” terang Wimboh dalam Green Economic Outlook 2022, Selasa (22/2).

Nantinya, mekanisme perdagangan karbon akan difasilitasi oleh bursa karbon. Selain itu, BEI akan melengkapi instrumen pendukung, seperti lembaga kustodian.

“Mekanisme penjualan karbon kredit di pasar akan difasilitasi dengan carbon exchange atau bursa karbon, seperti saham tapi yang diperdagangkan adalah kredit karbon, jadi kami masih mempersiapkan carbon trading seperti bursanya, settlement-nya, dan ada kustodiannya,” katanya.

Wimboh mengatakan perusahaan-perusahaan yang dapat memproduksi barang atau jasa dengan emisi karbon yang rendah dapat memiliki kredit karbon yang bisa diperjualbelikan di bursa karbon.

Namun, jika terdapat perusahaan yang tidak dapat menekan emisi karbon dalam proses produksinya, maka perusahaan tersebut wajib membeli kredit karbon di bursa karbon.

“Terkait dengan sektor yang mendapat kredit karbon dan yang belum berhasil menurunkan emisi dia harus mendapat disinsentif, jadi mereka harus membeli karbon kredit yang dimiliki oleh orang lain di bursa karbon,” terang Wimboh.

Sebagai informasi, perdagangan karbon dan pajak karbon merupakan instrumen yang telah disiapkan oleh pemerintah guna memerangi tingginya emisi buang. Hal ini tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Aturan tersebut merupakan inisiatif Kementerian Keuangan yang tengah mendukung perencanaan energi dan ekonomi hijau agar terlaksana di Indonesia.