APBN November 2019: Pajak Keok Parah, Utang pun Membara

19 December 2019

CNBC Indonesia, 19 December 2019 12:36

Jakarta, CNBC Indonesia – Dalam rilis APBN KiTa periode November 2019 defisit anggaran tercatat melebar jauh dari target sebesar Rp 369 triliun atau 2,29% dari PDB. Penyebabnya adalah penerimaan perpajakan yang loyo.

Hingga November 2019, penerimaan perpajakan baru mencapai Rp 1312.4 triliun dari target Rp 1.786,4 triliun. Artinya dalam sebelas bulan terakhir capaian penerimaan perpajakan baru mencapai 73,5%.

Jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak tahun lalu jelas capaian tahun ini tertinggal. Hingga November 2018, capaian penerimaan pajak mencapai 80,4%.

Kalau dilihat dari nilainya, maka realisasi penerimaan pajak hanya tumbuh 0,8%. Pertumbuhan realisasi pajak juga anjlok drastis dari tahun sebelumnya yang mampu tumbuh 15,3%.

Faktor yang mempengaruhi rendahnya penerimaan pajak tahun ini adalah penerimaan PPh migas yang mengalami kontraksi hingga 11,5%. Dalam APBN target penerimaan PPh Migas tahun 2019 mencapai Rp 66,2 triliun. Sementara realisasinya hingga November baru mencapai Rp 52,9 triliun atau baru 80% dari APBN.

Jelas realisasi penerimaan PPh migas tertinggal sangat jauh dibanding periode yang sama tahun lalu yang mampu mencatatkan penerimaan sebesar Rp 59,8 triliun atau melampaui target APBN yang hanya sebesar Rp 38,1 triliun. Artinya capaian PPh migas hingga November pada tahun lalu mencapai 156.7%.

Penyebabnya adalah lifting migas yang lesu. Lifting minyak tercatat hanya 723 ribu barel per hari (bpd). Padahal di asumsi makro lifting minyak mencapai 775 ribu bpd. Sementara lifting gas juga lesu hanya 1023 ribu barel ekuivalen minyak (boepd).

Sementara untuk pajak non-migas juga tumbuh melambat. Pajak non-migas tercatat tumbuh hanya 0,6% dibanding pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 14,7%. Tak hanya pajak non-migas saja yang tumbuh melambat.

Penerimaan dari bea dan cukai hingga November tahun ini juga hanya tumbuh 6,9% lebih rendah dibanding tahun lalu yang tumbuh 14,7%. Selain pos perpajakan, pos pendapatan negara lainnya dibentuk oleh penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang mencakup dividen yang dibayarkan oleh BUMN serta hibah.

Kinerja PNBP hingga November tahun ini juga tumbuh melambat hanya 3,4% dibanding tahun lalu yang mencapai 31,6%. Namun jika dibandingkan dengan penerimaan pajak, nilai PNBP hanya 27% saja.

Sementara dari sisi belanja negara realisasinya mencapai Rp 2.046 triliun atau mencapai 83,1% dari APBN. Belanja pemerintah pusat hingga November mencapai Rp 1.293 triliun atau 79,1% dari target APBN. Transfer ke daerah mencapai Rp 752,8 triliun atau 91% dari APBN.

Secara keseluruhan defisit anggaran hingga November 2019 nilainya mencapai Rp 368,9 triliun atau setara dengan 2,29% dari PDB. Angka tersebut sudah jauh dari target APBN yang mematok defisit di angka 1,84% dari PDB.

Pos keseimbangan primer juga membukukan angka negatif yang semakin melebar. Dalam APBN 2019 pos keseimbangan primer dipatok minus Rp 20,1 triliun. Sementara hingga November 2019 nilainya mencapai negatif Rp 101,3 triliun atau membengkak secara fantastis mencapai 504%.

Nilai negatif pada pos keseimbangan primer mengindikasikan besaran pendapatan negara jauh lebih kecil daripada belanja negara di luar pembayaran bunga utang. Nilai pos keseimbangan primer yang semakin negatif mengindikasikan utang menjadi tidak produktif karena utang digunakan untuk membayar utang yang lama. Prihatin….