Asosiasi Sebut Aturan Pajak e-Commerce Ada Tiga Masalah

10 April 2019

CNN Indonesia | Rabu, 10/04/2019 10:25 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) mengatakan aturan perpajakan bagi transaksi perdagangan elektronik (e-commerce) memiliki tiga masalah utama.

Aturan tersebut adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Ketua Umum idEA Ignatius Untung mengatakan masalah pertama adalah belum adanya sistem Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk validasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) milik pedagang di marketplace.

“NPWP belum ada sistem yang terhubung antara DJP dengan perusahaan untuk memvalidasi apakah benar nomor itu benar atau tidak. Nomor asal-asalan juga tembus, makanya ini harus disiapkan,” ujar Ignatius usai acara ideaWorks di Kota Kasablanka, Selasa (9/4).

Ignatius mengatakan masalah kedua adalah aturan ini belum mendefinisikan klasifikasi pedagang yang harus mendaftarkan NPWP. Ignatius mengatakan pedagang ini harus diklasifikasikan berdasarkan jumlah omzet.

“Lalu yang kedua adalah pembagian terhadap siapa yang harus kasih NPWP dan siapa yang tidak. Kami mendorong yang kecil-kecil tidak daftar, tapi besaran yang kecil dan besar itu harus didiskusikan,” ujar Ignatius.

Ignatius juga mengatakan aturan ini harus memperlakukan transaksi di seluruh platform e-commerce dengan sama rata. Pasalnya ia mengatakan aturan ini hanya menyasar pedagang di marketplace.

Akan tetapi tidak mengatur pedagang yang menggunakan media sosial untuk berjualan. Oleh karena itu, Ignatius khawatir akan terjadi ketidakadilan.

“Kami bilang kalau hanya marketplace yang disasar maka marketplace jadi tumbang satu persatu karena ditinggalkan pedagang. Bagaimana dengan menggunakan media sosial. Jadi itu harus dikaji lebih dalam,” ujar Ignatius.

Dari tiga masalah itu, Ignatius menyambut baik pencabutan keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang menarik PMK Nomor 210 Tahun 2018.

Ia mengatakan pencabutan ini merupakan bentuk kepedulian Sri Mulyani terhadap perkembangan industri digital dan juga mau mendengarkan saran dari para pemangku kebijakan.

“Jadi kami memandang positif saja. Dari awal aturan di keluarkan kami memang sarankan ditunda dulu untuk dikaji bersama-sama. apakah dampaknya ini berbahaya atau tidak,” kata Ignatius.