Barang Impor Acak-Acak E-Commerce RI, Jurus Tarif Tak Mempan!

05 March 2021

CNBC Indonesia

 

05 March 2021

Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Joko Widodo menyentil produk asing yang telah banyak mematikan produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam negeri melalui platform e-commerce. Jokowi sampai menyerukan benci produk asing karena fenomena itu.

“Pusat perbelanjaan mal harus terus didorong Jakarta sampai ke daerah dorong untuk memberikan ruang bagi produk Indonesia, khususnya UMKM. Jangan sampai ruang depan, lokasi strategis justru diisi oleh brand luar negeri,” kata Jokowi saat memberikan pengarahan dalam Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan, Kamis (4/3/2021).

Jokowi menegaskan branding cinta produk Indonesia perlu digaungkan. Menurutnya, potensi barang lokal tidak kalah jauh dibandingkan produk luar, terlebih Indonesia memiliki pasar yang cukup besar.

 

Produk UMKM Indonesia kerap kesulitan bersaing melawan produk impor di e-commerce. Hal ini bukan kali ini disadari pemerintah, karena sudah ada upaya-upaya untuk menghadang produk impor melalui e-commerce karena mengancam pelaku usaha termasuk UMKM di dalam negeri.

Pakai Jurus Tarif Cukai

Kementerian Keuangan telah mengambil tindakan sejak 2019 lalu dengan menurunkan ambang batas (Threshold) barang impor via toko online (e-commerce) menjadi US$ 3 atau Rp 42 ribu (kurs Rp 14.000/US$).

Dengan aturan ini, artinya semua barang dengan harga di bawah Rp 42 ribu yang diperjualbelikan melalui e-commerce tak akan dikenakan bea masuk impor, tapi bila di atas Rp 42 ribu akan dikenakan bea masuk impor sebesar 7,5%.

“Untuk bea masuk threshold diturunkan US$ 75 ke US$ 3. Ini untuk melindungi saudara kita yang memproduksi mulai dari barang-barang yang diperdagangkan dalam e-commerce seperti sandal, tas, kerajinan tangan, makanan dan sebagainya,” ujar Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi di Kemenkeu Desember 2019 lalu.

Heru menjelaskan, ini juga menjadi salah satu cara pemerintah untuk menekan banjir barang impor yang masuk ke Indonesia melalui e-commerce. Ternyata barang impor ini terbanyak dari China.

“Paling banyak negara China. Ini khusus (tekan impor) barang kiriman atau melalui perusahaan e-commerce termasuk impor kantor pos,” kata Heru Pambudi.

Namun, ia tidak menjelaskan secara detail bisa menekan impor barang kiriman seberapa banyak. Yang pasti pemerintah melihat selama ini yang di jual di e-commerce banyak di bawah ambang batas US$ 75.

“Dalam mengelola barang kiriman diberikan threshold selama ini US$ 75. Tapi, kami mendapatkan, bahwa sebagian besar daripada CN yang masuk, nilainya di bawah US$ 75. Jadi dari jumlahnya, hampir sebagian besar yakni 98,65% (dari sisi jumlah dokumen yang masuk) dan dari sisi nilai jumlahnya 83,88%. Itulah kenapa bapak-bapak pengusaha banyak berikan masukan kepada kita bahwa memang mereka sendiri dalam operasionalnya merasakan adanya persaingan ketat,” jelasnya.

Hitungannya

Namun demikian pemerintah juga membuat rasionalisasi tarif dari semula total ± 27,5% – 37,5% (Bea Masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 10% dengan NPWP atau PPh 20% tanpa NPWP) menjadi ± 17,5% (Bea Masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 0%).

Nantinya konsumen yang membeli barang dari toko online seperti Shopee Cs di atas US$ 3 akan dikenakan Bea Masuk, PPN, PPh.

CNBC Indonesia mencoba mengilustrasikan penerapan kebijakan baru tersebut bila konsumen membeli barang impor di e-commerce seharga Rp 50.000
– Bea masuk = 7,5% x 50.000 = Rp 3.750
– PPN = 10% x (50.000 + 3.750) = Rp 5.375
– PPh = 0%
Maka total pajak yang harus dibayar : Rp 3.750 + 5.375 = Rp 9.125

Perlu dicatat, biaya pajak tersebut ada yg sudah dibebankan waktu transaksi, tapi ada juga platform e-commerce yang tidak membebankannya di transaksi tapi nanti ditagihkan ke perusahaan logistiknya ketika barang diantar atau ditebus.

Selain itu, Kemenkeu juga memperhatikan masukan khusus yang disampaikan oleh perajin dan produsen barang-barang yang banyak digemari dan banjir dari luar negeri yang mengakibatkan produk mereka tidak laku seperti tas, sepatu, dan garmen.

Seperti diketahui beberapa sentra-sentra perajin tas dan sepatu banyak yang gulung tikar dan hanya menjual produk dari China.

Untuk menjawab hal tersebut, dalam aturan baru ini pemerintah secara khusus membedakan tarif atas produk tas, sepatu dan garmen. Sehingga khusus untuk tiga komoditi tersebut, tetap diberikan de minimis untuk bea masuk sampai dengan US$ 3 dan selebihnya diberikan tarif normal (MFN) yaitu:

– Bea Masuk untuk tas 15% – 20%
– Sepatu 25% – 30%
– Produk tekstil 15% – 25%.
– PPN 10%
– PPh 7,5% – 10%

Tarif Cukai Tak Mempan

Menteri Perdagangan M. Lutfi membeberkan cerita soal perusahaan multinasional di bidang perdagangan digital secara nyata telah membunuh usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dari dalam negeri. Hal ini dilontarkan karena banyaknya UMKM yang kalah bersaing karena kelakuan curang para e-commerce dengan skema predatory pricing atau banting harga.

“Ada sebuah tulisan yang dikeluarkan lembaga internasional dunia tentang cerita bagaimana hancurnya kegiatan UMKM terutama di fashion Islam yang terjadi di Indonesia. Pada 2016-2018, sebuah industri rumah tangga mempunyai kemajuan yang luar biasa menjual hijab dan industri tersebut mempekerjakan 3.400 pekerja yang ongkosnya lebih dari US$ 650 ribu dollar/tahun,” kata Lutfi dalam Pernyataan Pers, Kamis (4/3/21).

Kemajuan industri rumahan dalam negeri itu tidak lepas dari pantauan industri-industri asing. Besarnya pasar Indonesia dengan jumlah kaum Muslim terbesar di dunia membuat negara asing, yakni China tertarik. Jahatnya, e-commerce yang seharusnya menjadi penengah justru membocorkan rahasia industri dalam negeri ini ke perusahaan China.

“Ketika industrinya maju di 2018 kemudian tersadap oleh artificial inteligence yang digunakan oleh perusahaan digital asing, kemudian disedot informasinya dan kemudian dibuat industrinya di China, lalu diimpor barangnya ke Indonesia. Mereka bayar US$ 44 ribu sebagai bea masuk tapi menghancurkan industri UMKM tersebut. UMKM ini biaya gajinya 1 tahun lebih dari US$ 650 ribu, sedangkan bea masuk mereka US$44 ribu dan hal tersebut jadi suatu tren,” paparnya.